Bahkan, saya pahami betul jika saya melakukan kesalahan dan meminta maaf, maka ini jadi contoh yang sangat baik untuk anak saya kelak bahwa wajib hukumnya meminta maaf jika melakukan kesalahan. Saya nggak mau menanamkan sikap cuek terhadap satu kesalahan sehingga anak akan berfikir, "ya udahlah ya, kalau salah ya pura-pura nggak tahu aja."
Ini saya pelajari dari sebuah buku parenting berjudul "Dengan Pujian, Bukan Kemarahan" yang ditulis oleh Nesia Andriana Arif, ibu rumah tangga yang tinggal di Jepang. Di sana diceritakan bahwa sejak kecil anak-anak di Jepang diajari untuk bersikap jujur. Termasuk berani meminta maaf jika melakukan kesalahan.
Perkara permintaan maaf ini memang jadi satu hal yang hebat di Jepang. Saya sih belum pernah ke sana ya, tapi saya sudah dengar banyak sekali cerita tentang sikap orang Jepang yang dipuji oleh seluruh dunia, termasuk kebiasaan mereka mengucapkan "Gomen Nasai" atau "Sumimasen" disertai sikap khusus (membungkuk) untuk menyatakan penyesalan.
Dalam tingkatan yang lebih ekstrim, mereka bahkan tak segan melakukan bunuh diri/harakiri, karena menurut mereka meminta maaf saja masih belum cukup atas kesalahan yang mereka perbuat. Mereka merasa pantas mati untuk menebus kesalahan mereka itu. Serem ya! Tapi, setidaknya kita paham bahwa budaya malu di Jepang sebegitu tinggi.
Saya Tidak Suka Meminta Maaf
Ya, bisa dibilang saya paling nggak suka minta maaf sama orang lain. Tapi, sebagai gantinya, saya juga sangat menjaga hubungan pertemanan dan kekeluargaan dengan cara bersikap sebaik mungkin agar tidak melakukan kesalahan yang dapat menyakiti mereka.
Di keluarga besar, saya termasuk sosok yang netral. Maklum ya, ibu saya 10 saudara dan ayah 9 saudara. Bayangkan betapa banyaknya jumlah sepupu saya, kan? dan, di antara mereka, ada aja yang berselisih paham, cekcok sehingga gak bertegur sapa bertahun-tahun. Nah, saya nggak mau berada di situasi seperti itu.
Makanya, saya sangat menghindari konflik. Saya jaga sikap dan tutur kata, termasuk kegiatan di sosial media macam saling sindir dsb. Makanya, bisa dibilang saya bisa masuk ke semua lingkaran persepupuan. Mau gabung sama kelurga uwak X bisa, atau gaul sama anak-anak om dan tante keluarga Y juga hayok aja.
Lebaran tinggal hitungan hari. Semoga, di hari yang suci itu kita semua dapat bermaafan satu sama lain ya. Mumpung pas momennya, saya minta maaf jika selama berinteraksi di kanal Kompasiana ini ada komentar saya yang kurang berkenan, atau bahkan tulisan-tulisan saya ada yang bikin sebel. Semoga kita semua menjadi pribadi yang lebih baik di kemudian hari. Amin.Â