Mohon tunggu...
Ombrill
Ombrill Mohon Tunggu... Jurnalis - Videografer - Content Creator - Book Writer

Book Writer - Video Blogger - Content Creator

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Melihat "Program Dewa" di Televisi, Siapa Berani Gusur?

10 September 2018   15:51 Diperbarui: 10 September 2018   20:27 1874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.antithesisjournal.com.au

Istilah "program dewa" sebenarnya sudah muncul lama. Para pekerja televisi selalu menyebut istilah ini sebagai bahasa sindiran.

Sindiran yang dimaksud, bukan berarti kualitas "program dewa" jelek atau dieksekusi secara asal-asalan. Bukan, bukan begitu.

Sebab, ada "program dewa" yang kualitasnya baik, baik secara konten maupun eksekusinya. Namun sebaliknya, ada "program dewa" yang eksekusinya baik, tapi kontennya biasa saja, bahkan menyebalkan.  

Pertanyaannya sekarang, seperti apa itu "program dewa"?

Nah, berikut ciri-ciri dasar "program dewa":

1. SELALU DIKAWAL BIG BOS

Dalam sebuah program, Produser adalah pengganggung jawab sebuah program. Meski di credit title, penanggung jawab program tertulis Direktur Programming atau minimal General Manager (GM), namun sesungguhnya dalam pekerjaan produserlah yang bertangung jawab dalam sebuah program. Sejak dari konsep sampai eksekusi, Produser yang mengawal.

Direktur Program jarang sekali menyentuh sampai konten tiap episode, begitu pula GM. Paling mentok, yang kepo soal content per episode adalah Executive Produser (EP) sampai mentok Manager.

Namun, jika ada sebuah program yang selalu dikawal dari A sampai Z, dari mulai konsep sampai eksekusi di setiap episode, maka program itu adalah "program dewa".

Pernah suatu ketika, saat penulis masih kerja di "sekolah lama", saat syuting, seorang Big Bos menunggu syuting. Mending menunggu cuma beberapa menit. Yang terjadi menunggu dari awal sampai segmen akhir.

Pikir penulis, Big Bos ini kurang kerjaan. Nongkrongin syuting yang seharusnya cukup dipercayakan oleh anak buahnya. Atau setidaknya bisa minta copy master edit untuk di-preview di ruang kerjaanya.

Yang terjadi, Big Bos atau sang "Dewa" menyempatkan diri, habiskan waktu buat mengawal program kesayangannya.

Bukan cuma dikawal, ciri "program dewa" adalah, Host-nya adalah salah seorang "dewa" di stasiun televisi tersebut. Oleh karena yang jadi host "dewa", maka durasi "program dewa" jadi sesuka hati. Jika tema dan para narasumber VVIP, durasi "program dewa" bisa panjang. Commercial break-nya sesuka hati. Jika Floor Director (FD) tidak memberi tanda berhenti, "dewa" yang jadi Host ngoceh terus.

2. ANGGOTA TIM CEPAT  NAIK  JABATAN

Bagi mereka yang pernah kerja di stasiun tv atau sekarang masih kerja, pasti paham.

Ada seorang karyawan yang tiba-tiba naik jabatan begitu cepat, dari Asisten Produksi (Asprod), lalu menjadi Produser, tiba-tiba menjadi EP, dan tak sampai dua tahun menjadi Manager.

Meski seseorang ini tak begitu punya banyak pengalaman produksi atau kreativitasnya di atas rata-rata, namun karena pegang "program dewa", maka ia cepat naik jabatan.

Loyalitas dan selalu menyenangkan hati atasan menjadi kuncinya. Terlebih lagi yang menjadi Host atau Pembawa Acara "program dewa" ini memiliki jabatan strategis di stasiun tv tersebut. Tak sampai 5 tahun, kenaikan jabatan pasti diraih.

Padahal, ukuran keberhasilan seorang karyawan bukan dari apa yang ia pegang. Bukan apakah ia pegang "program dewa" atau "program dewi", melainkan skill-nya dalam mengelola program, kerjasama tim, dan tentu saja kreativitas.   

3. IKLAN TIDAK ADA, TAPI TETAP EKSIS TAYANG

Agar tetap eksis, sebuah program tv butuh iklan. Untuk apa? Untuk menutupi biaya produsi (production cost). TV swasta itu bukan TVRI. TV swasta hidup dari iklan. 

Logikanya, jika ada program tv yang tidak beriklan, maka stasiun tv tersebut harus terus "disuntik" (baca: disubsidi).

Misal, sebuah program tv yang tayang tiap minggu budgetnya 10 juta perak. Oleh karena tak ada iklan, maka setiap bulan, stasiun tv harus subsidi 40 juta perak. Setahun, program tv menghabiskan dana Rp 480 juta. Adakah perusahaan yang mau rugi dengan mengeluarkan dana hampir setengah miliar? Penulis pikir tidak ada.

Nah, "program dewa" adalah program yang dipertahankan oleh para "dewa" untuk tetap eksis, meski tidak ada iklannya sama sekali. Apakah program seperti ini ada? Penulis harus katakan, ADA!

Bagi para "dewa", program yang menggerogoti kas stasiun tv ini, dianggap sebagai program idealis yang tetap harus dipertahankan. Kalo perlu, sampai kiamat "program dewa" tetap eksis.

4. SATU-SATUNYA PROGRAM TV, DI TV LAIN TIDAK DIPRODUKSI

Nomor ke-4 ini masih nyambung dengan nomor sebelumnya. Sudah iklannya tidak ada, rating-share-nya pun tidak bagus-bagus amat (baca: jelek).

Namun bagi para "dewa", program tv ini harus tetap dipertahankan, whatever it takes. Kenapa ngotot dipertahankan? Ya, balik lagi dengan kata "idealis" itu tadi. Saking "idealis"-nya, ada satu stasiun tv yang mempertahankan sebuah program, meski sudah bongkar pasang EP maupun Produser.

Lucunya, bukan senang pegang "program dewa", justru EP-nya malah gerah mau dipindah ke program tv lain. 

Dengan alasan tak bisa dijual (baca: sulit peroleh iklan) atau rating-sharenya tidak bagus, stasiun tv tidak ada yang memproduksi.

Kalau pun pernah ada, stasiun tv ini tidak akan pernah mau mempertahankan "program dewa" yang tak punya iklan atau rating-share gede. 

Buat "dewa" yang tak suka mempertahankan program model begitu, yang penting adalah revenue, revenue, dan revenue.

Buat apa mempertahankan sebuah program, tapi tidak menghasilkan duit?

Namun, percaya nggak percaya, ada satu stasiun tv yang bertahun-tahun tetap mempertahankan sebuah program tak laku dijual dan rating-share-nya nol koma.

Tentu stasiun tv yang mempertahankan "program dewa" ini punya pertimbangan, khususnya pertimbangan politis.

Barangkali, para "dewa" menganggap, program tv -yang secara akal sehat sudah tidak sehat- menjadi pintu masuk untuk menjalin kerjasama dengan pengusaha, maupun coba memperoleh citra baik di mata penonton.

5. DIBUATKAN PROGRAM OFF AIRDENGAN BIG BUDGET

Asyiknya "program dewa", para "dewa" di stasiun tv tersebut mengizinkan "program dewa" ini dibuatkan event off air. Tak semua program tv dibuatkan off air. Kalau pun ingin dibuatkan, harus dipastikan ada sponsornya dan menguntungkan. Istilah di tv: sales driven. Ada sponsor baru jalan. Tidak ada sponsor tidak jalan.

Para "dewa" merelakan investasi uang miliaran untuk membuatkan event off air "program dewa". Investasi miliaran tersebut, selain untuk membayar set backdrop, juga pengisi acara. Meski tak pernah untung --paling cuma break event point (BEP)-, acara off air untuk "program dewa" tetap dijalankan dari kota ke kota lain.

Alasan stasiun tv kenapa masih tetap dilaksanakannya event off air, meski rugi, tak lain untuk mengkampanyekan brand, baik brand "program dewa" maupun stasiun tv bersangkutan.

6. BERKALI-KALI KENA SEMPRIT KPI, NAMUN TETAP EKSIS

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah sebuah lembaga yang memiliki wewenang untuk merekomendasikan, menegur maupun menyetop sebuah tayangan tv.

Lembaga ini terdiri dari orang-orang independen yang dipilih oleh DPR dan dilantik oleh Presiden.

Selama berdiri, KPI sudah banyak mengeluarkan surat teguran dan memberhentikan tayangan program. Sebut saja Empat Mata yang dipandu oleh Tukul Arwana. Program milik Trans 7 ini sudah beberapa kali mendapat "surat cinta" dari KPI.

Sampai akhirnya, KPI berani menyetop tayangan yang menjadi "sumber uang" Trans 7 ini. Namun, stasiun tv milik Trans Corp ini tentu tak kehilangan akal, Empat Mata kemudian muncul lagi dengan nama Bukan Empat Mata.

"Sumber uang" lain dari Trans Corp yang sempat dihentikan oleh KPI adalah Yuk Keep Smile (YKS). Program variety show komedi ini juga sempat mendapatkan "surat cinta" dari KPI.

Namun, oleh karena revenue dari YKS luar biasa, pihak Trans TV beberapa kali melakukan lobi ke KPI, sehingga acara ini urung disetop. 

Maklumlah, YKS dianggap "program dewa", sehingga wajib dibela. Saat itu tak tanggung-tanggung, Komisaris Trans Corp Ishadi SK turun tangan.

Namun, rupanya, YKS sudah dianggap keterlaluan, sehingga KPI terpaksa memberhentikan tayangan ini.

Sama halnya dengan tayangan Pesbukers (ANTV) sudah distop oleh KPI lama. Betapa tidak, program ini sudah banyak juga mendapatkan surat teguran dari KPI.

Hebatnya, "program dewa" ini tetap saja eksis. Lobi yang dilakukan oleh pihak ANTV ke KPI ternyata masih berhasil. Para "dewa" dari ANTV juga diturunkan untuk tetap mempertahankan program komedi yang dibintangi oleh Ayu Ting Ting, Eko Patrio, Zaskia Gotik, hingga Caisar.

7. MENGGUSUR JADWAL  PROGRAM LAIN ATAU IKLAN

Programing adalah bagian yang membuat pola acara atau jadwal acara. Pola Acara biasanya dibuat satu bulan sebelumnya.

Misal, sekarang bulan September, maka programing akan merilis Pola Acara untuk bulan Oktober. Meski sudah tersusun dengan rapi, Pola Acara bisa saja "diobrak-abrik" gara-gara "program dewa".

Lain lagi di stasiun tv berita, "program dewa" biasanya adalah breaking news.

Jika Direktur News atau Pemred mengatakan breaking news, seketika itu pula seluruh program yang sudah terjadwal terpaksa tidak ditayangkan. Mau program yang rating-share-nya tinggi atau iklannya banyak, jika ada breaking news tidak ada ampun, harus siap 'digusur'.

Breaking news tak mengenal waktu. Artinya, bisa cuma sebentar, bisa setengah hari breaking news.

Jika breaking news yang bisa diprediksi, pola acara bisa diantisipasi.

Misal, ada pengumuman Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengenai Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Atau Laporan Tahunan di Gedung MPR/ DPR.

Berbeda jika breaking news nya tiba-tiba, maka pola acara pun sulit untuk diantisipasi. Misal, breaking news kecelakaan, gempa, dan hal-hal lain yang sifatnya dadakan.

8. DIMAKLUMI  SYUTING DADAKAN

Setiap program tv regular yang tayang seminggu sekali, biasanya akan syuting seminggu sebelumnya, atau paling lambat tiga hari sebelum tayang. Sebelum syuting, Produser harus memesan jadwal studio yang akan dipergunakan untuk syuting. Di stasiun tv, ada bagian yang memang khusus bertugas menyusun jadwal syuting di studio setiap minggunya.

Seorang Produser siap-siap dongkol, jika jadwal studio yang sudah dipesan jauh-jauh hari, harus digusur oleh sebuah program.

Nah, program yang bisa menggusur program lain itu tak lain adalah "program dewa". Sebetulnya yang dongkol bukan cuma Produser, tapi juga EP.

Namun, oleh karena EP ditekan oleh Manager dan atasan-atasan lain, mau tak mau Produser nurut. Bahkan, dahulu penulis pernah mengalami, Host program yang digusur pun ikut-ikutan dongkol.

Sebagai pembawa acara, bisa dimaklumi jika ia dongkol. Betapa tidak, Host sudah menyediakan waktu untuk syuting. Waktunya sudah dijadwalkan jauh-jauh hari. Namun, secara mendadak, waktu syutingnya digusur oleh "program dewa". 

Bagi tim maupun Host "program dewa", jadwal syuting dadakan ini terjadi, karena mereka mendapatkan narasumber VVIP yang eksklusif. Jika narasumber VVIP ini tidak segera disyuting, maka momentum tak didapat. Walhasil, yang jadi korban adalah program lain.

Nah, Kompasianers, makanya, kebanyakan "program dewa" banyak musuhnya, terutama musuh internal stasiun tv tersebut. Apalagi kebanyakan tak ada yang berani gusur "program dewa", kecuali "program dewa"-nya berhenti gara-gara Host-nya pergi atau dihentikan oleh KPI.

Salam TV Sehat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun