Drama Korea When Life Gives You Tangerines memiliki pesan-pesan kehidupan yang sangat relevan dengan banyak orang. Mengambil latar di Pulau Jeju, Korea Selatan, pada tahun 1950-an, drama bergenre slice of life ini mengangkat tema universal seperti cinta pertama, kesetiaan, keluarga, pernikahan, dan parenting.
Cerita berawal dari kisah cinta antara Ae-sun, seorang gadis pemberani yang bercita-cita menjadi penyair, dan Gwan-sik, seorang pemuda tulus dan setia pada Ae-sun sejak kecil.
Ae-sun berasal dari keluarga miskin. Kondisi ekonomi keluarganya dan budaya patriarki yang kental di Pulau Jeju membuat Ae-sun harus berjuang keras mewujudkan mimpinya.
Setelah ditinggal ibunya, Ae-sun menanam kubis di ladang dan menjualnya. Beruntung, ia memiliki Gwan-sik yang selalu mendukung dan melindungi Ae-sun dari berbagai situasi.
Sekilas mungkin kisah Ae-sun dan Gwan-sik adalah romansa anak muda biasa. Namun, drama ini menyajikan sesuatu yang berbeda. When Life Gives You Tangerines mampu menggambarkan kisah cinta yang bertahan melalui suka dan duka kehidupan selama beberapa dekade.
Berlatar belakang keunikan Pulau Jeju, drama ini mampu membangkitkan emosi penonton, mulai dari kegembiraan, tawa, kesedihan, hingga empati. Perjuangan ibu Ae-sun, Ae-sun, anak Ae-sun, dan karakter lainnya terasa nyata. Mungkin banyak penonton yang merasa terhubung dengan kehidupan mereka.
Penggambaran kehidupan sehari-hari di Jeju pada tahun 1950-an, dialog yang tulus, alur cerita yang rapi dan mendetail, tempo cerita yang lembut namun menarik, membuat drama ini banyak dibicarakan orang di media sosial.
Berikut 5 seni kehidupan yang bisa kita petik dari drama Korea When Life Gives You Tangerines.
1. Hidup Adalah Seni Berjuang
Drama Korea When Life Gives You Tangerines menceritakan kisah hidup tiga generasi. Mulai dari ibu Ae-sun yang hidup serba terbatas dan akhirnya meninggal di usia muda akibat penyakit pernapasan. Kemudian Ae-sun yang harus berjuang agar tidak berakhir seperti ibunya.
Ae-sun pernah dikeluarkan dari sekolah, kehilangan orang tua, kehilangan anak, hingga kehilangan suami. Hidupnya penuh lika-liku. Ia pernah merasa menderita, namun pernah juga merasa paling bahagia.
