Di tengah berita ketidakpastian ekonomi, banyak orang mencari cara untuk menghemat uang dengan lebih bijak. Salah satunya dengan menerapkan gaya hidup YONO atau You Only Need One.
YONO memang bukan sekadar tren kekinian di tahun 2025. Mungkin banyak orang sudah menerapkan gaya hidup YONO dan merasakan banyak manfaatnya dalam kehidupan.
Filosofi hidup YONO adalah menekankan kesederhanaan dan keberlanjutan. Semakin banyak orang yang menyadari dampak negatif konsumsi berlebihan. Gaya hidup YONO juga membantu mengurangi pengeluaran untuk barang-barang yang tidak perlu. Dana tersebut bisa dialokasikan untuk kebutuhan yang lebih penting.
Di sisi lain, banyak orang merasa lelah untuk selalu mengikuti tren terbaru. Orang mulai mencari kualitas dengan hanya membeli barang-barang yang benar-benar dibutuhkan. Hal ini yang mungkin menjadi pertimbangan banyak orang untuk menerapkan YONO dibandingkan YOLO (You Only Live Once) yang sempat menjadi tren.
Menerapkan YONO dalam kehidupan sehari-hari memang bukanlah perkara mudah. Ada berbagai tantangan yang harus diwaspadai. Lantas, apa saja itu?
Tantangan Menerapkan YONO
Pertama, FOMO (Fear of Missing Out). Rasa takut atau cemas ketinggalan tren dan perkembangan terbaru bisa menghambat penerapan YONO dalam kehidupan. Di era media sosial, FOMO dapat terjadi dalam berbagai konteks, seperti sosial, pekerjaan, pendidikan, dan hobi.
FOMO sering memicu keputusan pembelian impulsif yang akhirnya mendorong seseorang membeli barang atau layanan hanya karena orang lain memilikinya. Misalkan, takut ketinggalan tren baru, takut ketinggalan euphoria konser, takut ketinggalan berita, takut ketinggalan info seru, takut ketinggalan pengalaman baru.
Kedua, tekanan dari teman, keluarga, dan lingkungan sekitar juga bisa membuat kita sulit untuk menolak ajakan tersebut. Hal-hal yang sebenarnya tidak diperlukan dapat menyebabkan pengeluaran berlebihan. Jika mereka masih menganut gaya hidup konsumtif maka bisa menjadi tantangan tersendiri untuk kita dalam menerapkan gaya hidup YONO.
Ketiga, godaan diskon. Kata-kata seperti "gratis ongkir", "flash sale", atau "diskon besar-besaran" bisa membuat kita terjebak dalam perilaku impulsive buying. Secara sadar kita membeli sesuatu yang didorong oleh emosi sesaat.
Cara Menerapkan Gaya Hidup YONO
Gaya hidup YONO menekankan pada konsumsi yang bijak dan fokus pada kualitas daripada kuantitas. Tujuannya adalah untuk menghindari pemborosan, baik dalam hal keuangan maupun sumber daya alam.
Prinsip utama YONO adalah memilih barang-barang yang tahan lama dan hanya membeli barang-barang yang benar-benar dibutuhkan. Selain itu, setiap barang atau jasa yang digunakan pertimbangkan juga dampaknya terhadap lingkungan.
Lantas, bagaimana cara mempraktikkan YONO dalam kehidupan?
1. Beli Bahan Makanan yang Benar-Benar Dibutuhkan
Sering kali kita membeli banyak bahan makanan dengan niat menstok, namun berakhir di tempat sampah karena basi, bersisa, atau sudah tidak enak dimakan. Bahkan, untuk bumbu-bumbuan yang sifatnya kecil-kecil bisa sampai kedaluwarsa. Hal ini yang menyebabkan pemborosan tanpa kita sadari.
Sebelum belanja sebaiknya buat daftar belanjaan yang harus dibeli. Tidak perlu menstok terlalu banyak. Pastikan setiap bahan makanan yang dibeli akan dimasak di kemudian hari. Sesuaikan dengan kebutuhan keluarga.
2. Evaluasi dan Audit Barang-Barang yang Dimiliki
Melakukan evaluasi menyeluruh dan memisahkan barang-barang yang benar-benar dibutuhkan dari yang tidak memang akan memakan waktu. Namun, ini akan membuat kita tahu barang-barang yang masih bagus dan yang perlu diganti segera.
Mulai dari pakaian, seprai, selimut, sofa, gadget hingga peralatan dapur. Untuk pakaian, pilih yang berkualitas baik dan serbaguna. Terapkan sistem "satu masuk, satu keluar" setiap kali membeli pakaian baru. Dengan begitu, lemari jadi tidak penuh sesak. Pilih warna yang mudah dipadukan.
Mulai hilangkan pola pikir konsumstif dan fokus pada kebutuhan daripada keinginan. Jika ingin membeli barang baru yang serupa, coba tanyakan pada diri sendiri, "Apakah saya benar-benar membutuhkannya?".
3. Hindari Berutang yang Sifatnya Konsumtif
Hindari utang untuk membeli barang yang nilainya terus menurun di masa depan dan tidak menghasilkan di masa depan. Misalnya, pakaian, sepatu, tas, atau barang-barang fesyen lainnya yang nilainya cepat turun.
Jika ingin liburan mewah atau membeli tiket konser pertimbangkan kembali perencanaan keuangan. Tentukan batas untuk pengeluaran hiburan yang sifatnya lebih sekunder.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI