Mohon tunggu...
Okti Nur Risanti
Okti Nur Risanti Mohon Tunggu... Penerjemah - Content writer

Menulis adalah salah satu upaya saya dalam memenuhi misi mandat budaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keruntuhan Sosial dan Pelajaran dari Meniadakan Tuhan

13 Juli 2022   20:33 Diperbarui: 14 Juli 2022   06:04 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar gereja kosong (Unsplash -- Andrew Seaman)


Ada satu artikel menarik berjudul The Ultimate Sign of American Collapse yang saya temukan saat tengah mencari berita tentang resesi di Amerika Serikat. Bukannya membahas tentang kejatuhan Amerika Serikat dari segi politik, ekonomi, atau resesi yang tengah ramai diberitakan, artikel tersebut justru membeberkan pandangan penulis tentang tanda-tanda keruntuhan sosial yang terjadi di negara adidaya tersebut, terutama dengan peristiwa penembakan massal yang marak terjadi di sana.

"Mass shootings --- ultra regular ones, more than one a day --- are a sign of social collapse." Penembakan massal --- yang sangat biasa (terjadi), lebih dari satu kali sehari --- adalah tanda keruntuhan sosial. Artikel lebih jauh kemudian menguraikan deretan fakta yang menjadi akar masalah dari keruntuhan sosial AS. 

Salah satu pandangan menarik yang disebutkan dalam artikel tersebut adalah pernyataan bahwa Amerika tidak lagi memiliki norma yang melawan kebencian. Umair Haque, si penulis berkata, "Biasanya, setidaknya dalam masyarakat yang berfungsi, kebencian tidak benar-benar diizinkan. Ada hukum yang menentangnya, dan hukum itu menjadi norma. Anda tidak bisa begitu saja melecehkan orang. Tapi, di Amerika, itu berbeda. Di bawah kedok "kebebasan berbicara," pihak sayap kanan telah membuat kefanatikan dan prasangka dan supremasi menjadi suatu hal yang normal kembali." 

Penulis juga menyebutkan bahwa budaya ketidakpedulian di Amerika telah menjadi pemandangan umum, sehingga orang-orang bahkan tidak lagi peduli untuk memberikan minum kepada tunawisma yang membutuhkan. Kedua fenomena tersebut, kebencian dan sikap cuek, merupakan gejala dari kehancuran sosial, hilangnya modal sosial secara total dan dahsyat.

Sesudah membaca artikel tersebut, saya lega menjadi warga negara Indonesia. Untunglah, masyarakat kita tidak seperti itu. Tidak ada kasus penembakan massal di sini. Tidak ada kebencian merajalela, dan kita masih peduli satu dengan yang lain. 

Tapi, tunggu dulu. Mengapa perasaan lega itu kemudian menguap ketika saya teringat pada beberapa hal yang terjadi di negeri ini.

Benarkah kita, tidak seperti Amerika Serikat, masih memiliki norma yang melawan kebencian? Benarkah masih banyak orang di negeri kita yang bersedia untuk peduli, tidak cuek, dan saling membantu?

Memang, penembakan massal tidak menjadi fenomena di sini. Tapi, bagaimana dengan ujaran kebencian yang marak terjadi di media sosial, kasus-kasus intolerasi bernuansa kebencian atas nama SARA yang masih selalu terjadi, atau kasus bullying yang makin kerap kita dengar terjadi di berbagai lingkup masyarakat?

Kita mungkin masih peduli pada fakir miskin dan anak-anak terlantar seperti kata UUD'45. Tapi, apakah benar kita bukan masyarakat yang cuek, saat kita melihat orang masih membuang sampah sembarangan di mana-mana? Saat hutan, laut, sungai, gunung, dan lingkungan di sekitar kita makin rusak atas nama kepentingan ekonomi? Atau, saat tetangga yang tidak lagi saling mengenal menjadi situasi yang semakin umum dan biasa?

Kita memang bukan Amerika Serikat, dan apa yang terjadi di sana sekarang, memang tidak kita alami di sini. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan waktu, bukan tidak mungkin kita mengalami situasi yang sama, jika kita tidak mau belajar dari apa yang sudah mereka jalani dan alami.

Krisis yang terjadi di Amerika Serikat saat ini tidak terlepas dari kehidupan masyarakatnya yang semakin menjauh dari iman dan Tuhan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan ekonomi yang membawa kemakmuran pada masyarakatnya, yang pada awalnya merupakan anugerah, belakangan menjadi boomerang yang membuat mereka semakin undur dari Tuhan. Kebenaran firman Tuhan yang dulunya menjadi fondasi dalam berbagai segi kehidupan kian luntur. Banyak orang merasa dapat hidup tanpa Tuhan, bahkan memandang agama sebagai hal yang tidak masuk akal, kuno, bersifat mengekang, serta tidak toleran. Pergeseran nilai, norma, dan sistem pada individu, keluarga, dan masyarakat pun terjadi.

Lalu, kita tahu cerita selanjutnya. Tingkat perceraian yang tinggi, beragam masalah kecanduan, tingginya angka kriminalitas, intoleransi, kasus-kasus kekerasan, penindasan, dan berbagai bentuk penyimpangan dalam masyarakat adalah beberapa akibat dari makin merosotnya nilai-nilai ke-Tuhanan yang dianut oleh individu, keluarga, dan masyarakat. Uang, yang justru menjadi berhala dalam kehidupan masyarakat karena menjadi alat untuk meraih kemakmuran, popularitas, kuasa, dan pengaruh, disebutkan oleh Umair Haque sebagai salah satu penyebab keruntuhan sosial Amerika, "Segala sesuatu di Amerika adalah tentang uang, sampai pada tingkat yang tidak masuk akal. Namun, ketika uang menjadi sangat penting --- dan orang-orang begitu putus asa untuk mendapatkannya, sehingga mereka bahkan tidak mau memberikan secangkir air kepada orang yang sekarat --- maka itu adalah tanda pasti bahwa ada sesuatu yang sangat, sangat salah." Meski tidak dikatakan oleh penulis, tetapi kita tentu bisa sepakat bahwa sesuatu yang sangat salah itu adalah saat mereka menafikan Tuhan dalam kehidupan mereka, dan menggantikan-Nya dengan berhala-berhala yang lain.

Bersyukurlah kita jika saat ini Indonesia tengah mengecap kemajuan sebagai sebuah bangsa. Angka kelas menengah yang semakin meningkat dan pembangunan yang semakin merata di seluruh wilayah menjadi bukti kemajuan Indonesia saat ini. Namun, belajar dari Amerika Serikat atau negara-negara lain yang serupa, kita sebaiknya tidak mengambil jalan yang sama dalam meniadakan Tuhan dan kebenaran-Nya. Harganya akan terlalu mahal, dan kita hanya akan berakhir dalam keruntuhan.

Sumber referensi:

Haque, Umair. "The Ultimate Sign of American Collapse" Dalam https://eand.co/the-ultima

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun