Pendahuluan
Pada tanggal 13 September 2025, saya bersama teman-teman mengikuti kuliah lapangan dalam rangkaian acara Rang Solok Baralek Gadang (RSBG). Festival ini merupakan salah satu perayaan budaya terbesar di Kota Solok, yang digelar selama tiga hari, 11--13 September 2025, di Hamparan Sawah Solok dan Taman Syech Kukut.
Berbagai agenda ditampilkan, mulai dari pawai budaya, instalasi seni jerami, festival silek tuo, lomba baju adat, tradisi Bakaua Turun Ka Sawah, hingga permainan tradisional anak nagari. Walaupun saya tidak mengikuti seluruh rangkaian acara, kesempatan singkat untuk menyaksikan sebagian pertunjukan tetap memberi kesan mendalam.
Suasana dan Pertunjukan
Suasana acara terasa meriah sekaligus sakral. Lapangan dipenuhi masyarakat dari berbagai usia. Hiasan berwarna hitam, merah, dan kuning menciptakan nuansa khas Minangkabau, sementara musik talempong dan gandang tasa menghidupkan suasana.
Salah satu pertunjukan yang berkesan adalah tari Sorak Sorai dari Sanggar Lubuak Nan Tigo. Dengan kostum adat berwarna cerah dan tema "Sorak Sorai Alek Gadang", tarian ini menghadirkan simbol rasa syukur atas panen, doa keberkahan, serta perwujudan filosofi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Pertunjukan tersebut menunjukkan bagaimana seni tari dan musik Minangkabau menjadi media penyampai pesan moral, etika, dan nilai kehidupan.
Festival sebagai Ruang Belajar
Melihat masyarakat berkumpul di lokasi acara menyadarkan saya bahwa budaya masih memiliki tempat istimewa di hati mereka. Di tengah derasnya hiburan digital, festival ini menjadi ruang interaksi langsung yang sulit digantikan.
RSBG berfungsi sebagai: