Mendengar kata “Margonda” mungkin bagi sebagian orang akan langsung teringat salah satu jalan utama di kota Depok, Jawa Barat. Jalan yang terletak di jantung Kota Depok ini terkenal padat akibat geliat ekonomi terpusat di situ. Sejumlah pusat belanja, berbagai kios, rumah sakit, hingga perguruan tinggi kian hari kian berdesakan.
Tak pernah singkat mata manusia memandang hiruk pikuk di jalan tersebut. Namun, tak dinyana kehidupan si pemilik nama, Margonda, ternyata cukup singkat. Tak juga banyak orang yang peduli siapa Margonda sebenarnya.
Margonda lahir dengan nama asli Margana. Sejauh ini tidak banyak catatan yang menceritakan utuh kisahnya mulai dia kecil hingga gugur sebagai pahlawan. Namun, setidaknya nukilan peran Margonda tertulis dalam buku Gedoran Depok : Revolusi Sosial di Tepi Jakarta 1945-1955 yang ditulis Wenri Wahar.
Saat sekolah, Margonda terkenal tangkas dalam olah raga. Ia kemudian belajar tentang kimia di Bogor yang dulu disebut Buitenzorg.
Nama Margonda muncul kali pertama di surat kabar pada 1938. Margonda, 11 dari 12 siswa dinyatakan lulus ujian Laborant (huipanalyst) di Laborantencursus (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 28-01-1938). Dua orang penguji dalam ujian Asisten Analisis tersebut adalah Prof Ir Amons dan Ir Akkersdijk. Tidak disebutkan dimana alamat Kursus Loboratorium (Laboranten Cursus) berada.
Setelah lulus, tidak diketahui dimana Margonda ditempatkan bekerja. Setahun setelah kelulusan Margonda, Bataviaasch nieuwsblad, 19-04-1939 memberitakan hasil rapat umum Jajasan Obor Pasoendan.
Juli 1939 Margonda ditempatkan bekerja. Economische Zaken memberitahukan terhitung sejak 20 Juli 1939 Margonda dan rekannya Idham, ditempatkan di laboratorium kimia Penelitian Industri.
Keduanya bekerja sebagai teknisi laboratorium di Laboratorium Kimia Divisi Penelitian Industri (Bataviaasch nieuwsblad, 31-07-1939). Divisi Penelitian Industri ini diduga menjadi cikal bakal Balai Penelitian Industri yang sekarang yang terletak di Pasar Bogor (tidak jauh dari AKA Bogor).
Era 1940-an, Margonda mengikuti pelatihan penerbang cadangan di Luchtvaart Afdeeling, atau Departemen Penerbangan Belanda. Pelatihan penerbang ini ternyata juga diikuti oleh Agustinus Adisutjipto yang merupakan pendiri angkatan udara nasional.
Masa pelatihan tersebut tidak berlangsung lama karena 5 Maret 1942 Belanda menyerah kalah. Kekuasaan pemerintah Hindia Belanda di nusantara jatuh ke Jepang. Sejak saat itu pula Margonda berhenti mengikuti pelatihan dan melanjutkan bekerja untuk pemerintah Jepang.
Semasa bekerja di Departemen Jawatan Penyelidikan Pertanian Jepang, Margonda bertemu dengan tambatan hatinya, Maemunah. Dia bersua dengan wanita itu di Jajasan Obor Pasoendan, salah satu anak organisasi Pagoejoeban Pasoendan.