Mohon tunggu...
Oki Solikhin
Oki Solikhin Mohon Tunggu... Guru - Hidup itu harus bermanfaat bagi orang lain.

Pemerhati dunia pendidikan dan IT. S2 Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Unnes.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kesalahan Tafsir dalam Memahami Pendekatan Scientific pada Kurikulum 2013

17 November 2014   04:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:39 3551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Geliat pelaksanaan kurikulum 2013 terasa kian menguat, terutama setelah pemerintah mewajibkan pemberlakuannya pada tahun pelajaran 2014/2015 dari tingkat SD kelas I sampai kelas IV, SLTP kelas VII dan VIII, serta SLTA kelas X dan XI. Hal ini berdasarkan Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 156928/MPK.A/KR/2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013.

Gerakan sosialisasi yang paling gencar dilakukan sekarang adalah kegaitan pendampingan kurikulum 2013 dengan pola in-on service. Harapan dari kegiatan ini adalah agar peserta memahami dan mampu melaksanakan kurikulum 2013 terutama pada kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh Guru, karena sasaran kegiatan ini adalah para Guru.

Betapa tercengangnya penulis ketika berdialog dengan para Guru peserta in-on service. Dengan bangganya mereka mengatakan bahwa dalam kurikulum 2013 yang penting setiap kegiatan belajar mengajar mengunakan langkah-langkah: mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan sebagai manifestasi dari scientific approach. Apa benar seperti itu? Hal inilah yang akan penulis bahas kali ini.

Perbedaan KTSP dan Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 sejatinya hanya pengembangan dari KTSP (Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan). Dalam Kurikulum 2013 minimal ada 3 (tiga) hal yang berubah, yaitu: penonjolan pada sikap, pendekatan pembelajaran, dan sistem penilaian. Penonjolan pada aspek sikap lebih diarahkan dalam rangka pembentukan karakter peserta didik.Jika pada KTSP aspek sikap menjadi hidden curiculum, maka pada Kurikulum 2013 ini aspek sikap harus dimunculkan secara nyata baik pada rencana pembelajaran, proses pembelajaran, bahkan pada penilaiannya. Perbedaan yang paling menonjol berikutnya adalah pada pendekatan pembelajaran. Jika pada KTSP mementingkan pembelajaran berbasis eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, maka pada Kurikulum 2013 ini menggunakan pendekatan saintifik dengan langkah-langkah: mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan. Perbedaan terakhir adalah pada sistem penilaian. Jika pada KTSP penilaian hanya pada aspek pengetahuan dan keterampilan, maka pada Kurikulum 2013 penilaiannya pada 3 (tiga) aspek sekaligus, yaitu: Pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang terintegrasi.

Model, Pendekatan, dan Metode Pembelajaran

Model pembelajaran adalah bingkai terluar dari sebuah proses pembelajaran. Pada dasarnya model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Adapun model pembelajaran yang direkomendasi oleh Kurikulum 2013 diantaranya: discovery learning, cooperatif learning, problem based learning, project based learning, dan contextual teaching and learning, dan pembelajaran tematik.

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach). Dalam Kurikulum 2013 yang digunakan adalah pendekatan scientific dengan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa. Perlu kita pahami bersama bahwa pendekatan scientific ini harus melatari metode pembelajaarn yang kita gunakan.

Dulu pada era kurikulum 1984 kita mengenal pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa aktif). Pada waktu itu jelas-jelas bukan pada langkah-langkah pendekatan CBSA yang kita tonjolkan, tapi "roh" CBSA yang berupa "pengaktifan siswa dalam pembelajaran" ini yang kita tonjolkan dan diwujudkan dalam metode pembelajaran yang kita gunakan. Pada pendekatan scientific juga demikian, bukan pada tataran peserta didik dan guru menghafal dan melaksanakan langkah pembelajaran dengan pendekatan scientific atau berfikir ilmiah, tapi lebih ke arah bagaimana peserta didik mampu berfikir ilmiah, maka metode-metode yang merangsang berfikir ilmiah ini yang kita gunakan.

Sedangkan metode diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode yang digunakan dalam Kurikulum 2013 harus mengacu pada model pembelajaran yang digunakan. Misalnya kita menggunakan model pembelajaran cooperatif learning, maka metode yang bisa digunakan diantaranya: TPS (Think Pair Share, Jigsaw, NHT (Number Head Together), STAD (Student Teams Achievement Division), dan TGT (Team Games Tournament).

Jadi model pembelajaran adalah bungkus atau bingkai dari pendekatan dan metode pembelajaran. Artinya pembelajaran yang utuh adalah pembelajaran yang menyatu dan saling mengait antara model, pendekatan, dan metode pembelajarannya.

Salah tafsir

Setelah kita memahami perubahan, model, pendekatan, dan metode pembelajaran dalam kurikulum 2013, sekarang kita lihat apa yang terjadi di lapangan pada tataran pemahaman sebagian guru? Di awal penulis sudah sampaikan bahwa sebagian guru menganggap kurikulum 2013 pembelajaranya harus menggunakan langkah-langkah (sintaks): mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan, tidak boleh tidak alias wajib. Jika ini yang terjadi, maka kita akan membentuk guru dan peserta didik seperti robot, karena selama diberlakukan kurikulum 2013 berarti kita akan melakukan hal-hal yang menoton dengan melakukan sintaks pembelajaran yang semacam itu. Apa yang akan terjadi 2 -5 tahun yang akan datang? Pastinya kejenuhan dan kebosanan yang luar biasa. Mari kita ubah kesalahan penafsiran tentang scientific approach itu bersama – sama.

Perlu pembenahan pola pikir guru

Mencermati permasalah di atas, kiranya ada beberapa hal yang perlu kita benahi, diantaranya:

1)Pemahaman yang benar tentang model, pendekatan, dan metode pembelajaran.

Bahwa pendekatan scientific memang harus ada dalam sintaks pembelajaran, tetapi penerapannya harus menyesuaikan dengan model dan metode pembelajaran yang kita gunakan. Bahasa sederhananya, Scientific approach adalah sebuah pendekatan yang dipakai dalam Kurikulum 2013 yang harus menjiwai sintaks pembelajaran. Penerapannya menyesuaikan model dan metode yang kita gunakan. Artinya ketika kita menggunakan metode apapun, maka "ROH" scientific approach itu harus ada. Contoh yang gampang: ketika kita memakai metode diskusi, maka sintaks pembelajaran dengan metode diskusi itu harus memuat langkah-langkah scientific approach. Misal: sebelum diskusi siswa disuruh mengumpulkan bahan-bahan diskusi (associating), mengamati paparan diskusi kelompok lain (observing), menampilkan hasil diskusi (networking), bertanya/mendebat kelompok lain (questioning), mempraktikkan hasil diskusi di laborat atau lapangan (experimenting), dan seterusnya. Mohon tolong diluruskan pemahaman ini.

2)Sintaks pembelajaran dengan pendekatan scientific hanya akan kita temukan baku jika kita menerapkan model pembelajaran discovery learning.

Pola pikir yang harus kita ubah adalah urutan sintaks pembelajaran tidak harus baku dengan urutan: mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan, tetapi dapat diubah sesuai metode yang kita gunakan. Bisa saja dengan urutan misalnya: mencoba, mengamati, menalar, menanyakan, dan diakhiri dengan mengkomunikasikan. Sama seperti dalam pelajaran bahasa Indonesia, ketika kita mengajarkan "Alur Drama", maka urutannya tidak harus pakem didahului dengan perkenalan, pertikaian, perumitan, puncak/klimaks, peleraian, dan akhir cerita. Bisa saja dimulai dengan puncak/klimak terlebih dahulu. Ingat, mendidik anak bukan mendidik robot. Guru pun bukan robot, jadi berimprovisasilah. Satu hal yang harus dipahami bersama bahwa pendekatan scientific bagi peserta didik jangan diartikan agar peserta didik memahami langkah-langkah ilmiah saja, tetapi yang lebih penting dari itu adalah peserta didik paham dan bisa menggunakan cara berfikir yang ilmiah.

3)Jangan terpancang pada langkah-langkah pembelajaran yang ada pada Buku Guru.

4)Mulailah melakukan perubahan dengan membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang benar, terutama pada point langkah – langkah pembelajaran.

Gunakan langkah – langkah pembelajaran sesuai model dan metode yang akan kita pakai, tetapi tetap dijiwai oleh pendekatan scientific. Sehingga pembelajaran tidak akan berjalan monoton dan membosankan.

Kata kucinya adalah gunakan model dan metode yang variatif, sehingga peserta didik tertantang untuk “bisa apa, bukan hanya tahu apa”, lebih kreatif dan menyenangkan, serta mampu menjawab pertanyaan: apa, dimana, kapan, siapa, mengapa, dan bagaimana.

Akhirnya, semoga memberi pencerahan dan bermanfaat untuk kita semua khususnya para guru.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun