Budidaya perikanan  mengalami hal yang tidak kalah buruk. Di Kota Balikpapan terdapat 40 petak tambak kepiting,  15 rengge, dan 200 bubu mengalami kerusakan. Di Kabupaten Panajam Paser Utara, 53 hektar tambak udang dan 32 keramba jaring apung lobster mengalami hal yang sama. Pemilik tambak harus menanggung kerugian  besar karena gagal panen,  dan  biaya tinggi untuk membuat tambak baru.
Tumpahan minyak, kerusakan lingkungan, dan kerugian sosial adalah satu mata rantai. Di Amerika, mata rantai itu berujung dengan tuntutan dan sanksi hukum sebagai ultimum remedium. Sayangnya, di Indonesia ujung mata rantai itu seringkali tidak ditemukan. Meskipun otoritas resmi belum menetapkan nilainya, tetapi Greenomics Indonesia memperkirakan jumlah kerugian mencapai sekitar US$ 8,27 miliar. Nilai fantastis ini mengingatkan kita, betapa tinggi harga kekayaan laut Indonesia, dan betapa banyak penduduk yang bergantung padanya. Sungguh kontradikasi penegakan hukum, ketika kita sekuat tenaga melindungi laut dari pencuri ikan, tetapi tidak memandang serius kasus tumpahan minyak di laut lepas.  Akankah  hukum  lingkungan di Indonesia memiliki  pedang tajam untuk diacungkan kepada  pelanggarnya?
Time heals all wounds, but it took decades to heal nature's wound.
*****
Dari berbagai sumber.Â
Img source: telegraph.co. uk
[Rokhayati S, Satya D.P., Sinto S., Sudiatmoko S.]