Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Bangga Jadi Petani

20 November 2022   14:02 Diperbarui: 20 November 2022   14:13 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petani menuju sawah (dokumen pribadi)

"Tidak ada kendala mas. Paling hanya pupuk yang tidak sesuai standar. Gagal panen dan kadang ngutang juga. Tapi bagi kami petani itu sih sudah biasa. Untung  dua tiga juta sudah bagus mas," jelasnya.

" hambatan paling utama apa pak," tanyaku.

"Ya pupuk mas. Pertanuan itu rentan terhadap hama yang kadang bikin panen gagal. Kadang kami harus mengeluarkan duit besar hanya untuk menggarap lahan sepetak dua petak. Toko-tokoh yang ditunjuk sebagai agen pupuk yang di subsidi kadang main harga juga," jelasnya.

"Terus mengakalinya gimana," sahutku lagi.

"Ya ngutang mas. Pupuk harus di peroleh," jawabnya.

Kami terus mengobrol sepanjang perjalanan. Sesekali kami mampir menanyakan arah jalan. Sesekali pula, ia menunjukan jalur pembangunan tol.

"Bukit itu dulu tinggi sekali mas. Sekarang lihat saja bagaimana alat berat bekerja," jelasnya menunjukan sebuah bukit. 

Bukit yang berada di sebuah perkampungan yang menurutnya semua rumah di sini sudah terjual. Sebentar lagi jika jalur sudah sampai sini, kita tidak bakal lagi melewati dan menikmati kampung ini.

Saya melihat-lihat bukit itu dengan beberapa alat berat bekerja mengeruk. Tentu bagi saya, pembangunan tol bukanlah perkara. Itu bagian dari konektivitas. Tetapi melihat dampak alam yang tergerus memang bikin pusing juga.

Perjalanan ke Jogjakarta kami isi dengan percakapan mengenai pertanian hingga cerita lucu. Di mana beberapa warga yang baru saja selesai membangun rumah justru harus dijual lagi lantaran jalur tol tepat berada disitu.

Sekembali dari Jogja ia mengikuti jalur lain. Jalur yang sekali-kali tak ada rumah. Isinya swah semua sejauh mata memandang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun