Menjelang malam suasana resto mulai nampak sepi. Lagu-lagu sudah berhenti. Wanita-wanita yang nongkrong tadi satu persatu pergi. Memasuki kamar. Transaksi sepertinya berhasil.Â
Para lelaki di meja ini tak mau kalah. Terurama si bos. Ditelponlah jaringan lokal penyedia jasa birahi. Tentu sebagai bonus atas kerjasama proyek yang berhasil. Paket komplit dari jasa pelayanan selama mereka  di sini dan belum kembali ke Jakarta.
Datanglah satu wanita muda nampak malu-malu dan duduk agak menjauh. Namanya Putri. Walau aku tau itu nama samran. Â Umurnya antara 15-17 tahun.Â
Satu lelaki berdiri. Kupanggil Ia sang "Dosen". Lantaran Ia benar-benar dosen di salah satu Universitas.
Tugasnya menerima tamu dari luar kota. Siapa saja dan apa saja. Ia melayani mereka sesuai keinginan sang klien. Keuntunganya ialah persenan dari setiap proyek. Sang oknum dosen ini belakangan ku ketahui nyambi sebagai "germo".
Setelah bincang-bincang, wanita itu berdiri dan berkenalan dengan bos. Aih sungguh sangat kecil anak ini, bauh kencur. Polos wajahnya. Gemes. Handponenya elit. Gayanya metropolis.Â
Logika seakan runtuh. Anak sekecil ini nyambi sebagai penawar jasa hasrat. Benturan semakin kencang ketika kulihat wajah sang "germo". Aih sungguh tabiat apa yang ku temui hari ini.Â
Harga disepakati. Jadilah sang bos menyeretnya ke peraduan hasrat. Ku lihat dari kejauhan sambil menimbun banyak pertanyaan. Sebelum memutuskan pulang menjelang fajar.
*
Malam minggu tak ubannya surga. Di sini, di Kota kecil ini, miras dan seks begitu berkelas. Dari gang-gang, depan jalan setiap kelurahan, pub hingga karaoke.Â
Di gang-gang, malam minggu adalah pesta. Miras berkelompok. Dua sampai lebih kelompok. Di pub, lantunan lagu dan aduan gelas lebih menjadi-jadi.