Sekira pukul satu malam, sehabis menyantap ikan bakar di rumah makan ikan bakar colo-colo di Kota Solo, salah satu kawan membuat agenda dadakan.Â
"Kita ke Jogja dong, saya belum pernah ke Jogja," Ajaknya.
" Kamu belum pernah Jogja,"? ujar salah satu dari kami keheranan.
"Belum sama sekali," Jawabnya polos.
Nasib, kalau sudah begini, niat rebahan karena kelelahan tak tersampaikan. Malam itu, kami membahas segala hal. Berdebat soal pemilihan jalur apakah melewati tol atau melewati jalan umum dan kemana saja akan dituju. Kami baru rehat sehabis Ba'dah Subuh.
Pagi harinya, pukul sepuluh, kami berempat berangkat. Bermodal Google Maps, kami menyusuri jalan lintas provinsi. Sang kawan yang belum pernah mengunjungi Kota Jogja menjadi sopir. Saking antusiasnya.
Dari Solo perjalanan kami tempuh sekira sejam lebih dengan kecepatan mobil diatas 80 Km/jam. Namun saking ngantuknya, kami bertiga tidur.
Memasuki kota Jogja, saya dibangunkan lantaran sedikit menghafal seluk beluk Jogja. Selain itu, alasan ia membangunkan saya karena google maps yang ia pasang hanya menuju Kota Jogja. Bukan tempat di Jogja.
Alhasil saya menjadi guide dadakan. Sembari mengingat-ngingat jalan mana yang harus dilewati dan tempat apa yang harus dituju. Walau demikian, perubahan kota ini nampaknya sedikit membingungkan. Ditambah volume kendaraan yang cukup membuat jalan agak padat.
Padahal dulu tahun 2009 silam, sejak pertama berkunjung dan tinggal di sini selama tiga bulan, belum begini. Tidak ada bangunan tinggi atau perhotelan mewah yang menghiasi Jogja.Â
Alhasil karena sedikit binggung, google maps dipasang kembali dan menuju kawasan Malioboro. Setelah sampai kami memarkir mobil di dalam kawasan Nalioboro di samping sebuah mall. Lalu mencari makanan terlebih dahulu.Â