Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Uang, Trust, dan Keretakan

27 Juli 2020   00:25 Diperbarui: 27 Juli 2020   00:34 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Uang bisa menyatukan tapi juga bisa membuta kan"

Dalam sebuah Team Work, kerjasama yang apik akan melahirkan kepercayaan. Apalagi jika, kerja sama itu di landasi pada tujuan yang sama. Semakin lama kerja sama sebuah tim akan menghasilkan orang-orang pilihan yang bermula dari sebuah lingkaran besar.

Orang-orang pilihan ini akan membangun trust yang kuat dan saling support. Saling memberi ide dan dukungan-dukungan moril. Tetapi, apakah itu akan bertahan lama? tidak. Karena terkadang kepercayaan yang lebih adalah kehancuran yang tersirat.

Sifat dan kebutuhan manusia lah yang menjadi alasan kuat di balik retaknya kepercayaan hingga lahir lah keretakan.

Dalam berbagai kasus, uang terkadang menjadi pangkal sebuah masalah. Di sekitar kita permasalahan-permasalahan ini selalu hadir. Pelenyewengan dana, hutang tak di bayar, penipuan,  kesalapahaman penggunaan anggaran, pemalsuan laporam dll.

Kondisi ini juga menjelama pada sebuah team work. Sensivitas pengelolaan uang yang biasanya di percayakan kepada seseorang tak pelak menimbulkan konflik dan keretakan. Hal terkecil seperti organisasi kemahasiswaan dengan sistem pengelolaan yang tak termanajemen secara profesional adalah contoh-contoh kecil keretakan.

Dulu, masih berstatus sebagai mahasiswa dan aktif di beberapa organisasi. Pengelolaan anggaran selalu menjadi masalah utama dalam setiap agenda-agenda rapat. Bahkan tak jarang, orang yang di percayakan mengelolah uang tersebut menjadi bulanan-bulanan mahasiswa hingga berbuntut pada perpecahan dan dualisme. 

Bisa di bilang, salah satu faktor dualisme organisasi-organisasi baik intra maupun extra adalah salah konsep dalam pengelolaan uang hingga meremukan trust pada setiap anggota. Uang-uang tersebut bisa diselewengkan secara berkelompok, atau Individu. 

Uang bisa menyatukan, tapi bisa membutakan. Contoh di atas adalah secuil masalah sebagai gambaran. Karena sejatinya, kita semua sering berada pada kondisi yang sama.

Pada lingkungan team work berorientasi profit, tak pelak terjadi keretakan dalam perjalanan bisnis.  sistem pembagian hasil seringkali meruntuhkan kejayaan bisnis atau apa yang sudah di mulai dari sebuah kelompok bisnis

Uang adalah selembar kertas yang secara logika sebenarnya tak mempunyai nilai. Nilai ini terframing secara masif sejak awal peluncuran sebagai "alat" tukar dalam transaksi. 

Kemudian, memiliki nilai kuat yang dijamin dalan sistem perbankan dan di sokong oleh cadangan emas. Iap, perbangkan menjadi cikal bakal selembar kertas ini menjadi berharga. Dari sistem barter hingga sistem tukar menggunakan perak dan emas yang melahirkan uang.

Disinilah awal mula kegunaan kertas sebagai uang yang memiliki arti penting dalam kehidupan. Apalagi, di kehidupan era ini, setiap orang berlom menghasilkan pundi-pundi penghasilan demi kebutuhan dan gaya hidup.

Pengelolaan uang dalam team work ialah hal penting guna mendukung operasional kegiatan. Akan tetapi, magis mengelola uang terkadang membutakan seseorang untuk melakukan penyimpanan.

Hasrat sebagai dasar seorang manusia dan tekanan gaya hidup tinggi seringkali menyebabkan seseorang tak mampu mengontrol diri melakukan penyimpanan. Trust yang terbangun dalam tim seketika akan retak. Yap, uang memiliki daya magis yang selalu berbenturan dengan napsu seseorang.

Contoh terkecil pada kehidupan sehari-hari, di mana banyak dari kita memiliki kartu ATM. Sebuah kartu praktis yang dapat digunakan di mana saja, tanpa kata ribet. 

Terkadang, sebagai pengguna kartu sakti ini; bukan kartu sakti milik pak de ya, hasrat untuk melakukan transaksi begitu tinggi. Bahkan bagi saya sendiri, dalam sehari tanpa sadae melakukan penarikan atau transaksi hingga 2-3 kali dalam sehari. Tanpa tau betul apa yang benar-benar di butuhkan. Hal ini semata-mata dilakukan untuk memuaskan hasrat pribadi dan tekanan keinginan.

Artinya, terkadang manusia ataupun saya sendiri merasa lalai dalam membedakan mana milik bersama dan mana milik pribadi. Apa yang dibutuhkan dan apa yang di inginkan.

 Tak jarang, dalam mengelolah keuangan lingkungan, baik kelompok, organisasi, bisnis, kantor bahkan setingkat arisan, rasa ingin coba-coba dan berpikir tak apa-apa digunakan sering melintas di kepala. Saya tak mau memasukan unsur bisikan setan disini.

Kesalahan fatalnya, ketika pemikiran itu terus terbawa karena tekanan kebutuhan dan tuntutan gaya hidup. Pemikiran enteng dan pendek semisal mengambil -walau pada pemahaman diri disebut meminjam, - satu atau dua ratus ribu tidaklah apa. Toh nanti di ganti ketika sudah memiliki uang. 

Sekali mengambil; meminjam dalam bahasa saya,tak apa. Tetapi jika pola pikir ini terus di pakai karena hak dan kepenguasaan uang milik bersama ada pada dirinya maka semakin lama semakin menimbulkan masalah.

Masalah pada dirinya tentu saja, yakni beban tak mampu melakukan pengembalian. Dan, kedua ialah terjadi kekurangan uang yang diketahui bersama oleh masing-masing orang yang terlibat di dalamnya.

Alhasil, manipulasi, penipuan bahkan membawa kabur anggaran sisa sering terjadi. 

Pengelolaan uang dalam sebuah lingkungan formal adalah tantangan. Tantangan pertama ialah pada diri sendiri. Di mana hasrat manusia antara keinginan dan kebutuhan selalu terbentur, apalagi jika masuk unsur gaya hidup.

Yap gaya hiduplah yang menyebabkan seseorang dapat bertindak lebih dari kemampuannya sebagai manusia. Demi memuaskan itu semua,nilai dasar dari manusianya sering tergadaikan.

Kedua, Ialah tantangan kejujuran. Dalam kasus yang sering saya temui, tidak semua orang berada pada jalur ini. Kejujuran menjadi sangat mahal apalagi sudah mendapat kepercayaan yang tinggi dari orang-orang. Baik bos ke anak buah, teman sesama kolega bahkan pada komunitas yang melibatkan banyak orang. Yah,telaten dan punya skil baik memang berguna,tetapi kejujuran ialah hal langka.

Ketiga, manajemen pengelolaan. Ini merupakan dasar penting karena tidak semua orang mampu me-manage keuangan. Saya sendiri aja tak mampu. Managemen keuangan dipandang penting di isi oleh-oleh orang-orang yang telaten dan berpengalaman di bidangnya. Jika tidak maka tentu sajaamburadul dan praktek-praktek penyelewengan sering menjadi santapan.

Pada intinya, uang sangat dibutuhkan oleh semua orang. Akan tetapi, selembar kertas bernilai ini sering membawa nestapa. Orang-orang yang diberi kepercayaan pada komunitasnya baik keluarga,oraganisasi dll harus mampu menjaga trust tersebut. Karena jika salah sedikit saja,akan menimbulkan keretakan. 

Salam...Terima kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun