Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Topo dan Komoditas yang Hilang

9 Oktober 2019   07:48 Diperbarui: 9 Oktober 2019   18:01 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kami pun merasa sangat beruntung, karena ternyata ada beberapa warga yang berhasil menemukan 3 buah jeruk di pohon milik mereka yang hampir mati tersebut. Dengan cekatan, pak Rusman memerintahlan salah satu peserta KKN dari Riau untuk segera mengamankan jeruk tersebut.

Selang 5 menit kemudian, 3 buah jeruk tersebut mendarat manis dihadapan kami. Tanpa pikit panjang kami cekatan mengupas jeruk tersebut dan melahapnya sembari membandingkan jeruk tersebut dengan jeruk lain. Alhasil, jeruk manis tersebut memang sangat berbeda secara tekstur hingga rasa.

Rasanya yang manis dan legit inilah yang mungkin menjadi alasan Presiden Soeharto pernah mencicipinya. Bahkan, katanya, presiden Soeharto sering memesan khusus jeruk ini jauh-jauh ke Indonesia Timur.

Tanpa pikir panjang, saya membujuk Pak Rusman dan Ulfa menengok pohon yang masih tersisa. Selama 15 menit kami berjalan hingga akhirnya kami menemukan dua pohon jeruk Sabalaka. Ternyata, apa yang diceritakan oleh keduanya memang benar-benar terbukti.

Penjelasan Pak Rusman. (Dokumentasi pribadi)
Penjelasan Pak Rusman. (Dokumentasi pribadi)
Satu pohon telah menjadi pohon kering yang siap mendarat cantik di tungku perapian, dan satunya lagi masih hidup namun harus bertahan hidup akibat serangan hama. Bisa dibilang, pohon ini ibarat kanker stadium akhir yang menunggu ajalnya tiba.

Sembari mendokumentasikan, obrolan demi obrolan saya lakukan dengan Ulfa. Menurut pengetahuan yang didapatkan dari masyarakat, dulu jeruk ini dapat ditemui  di setiap pekarangan rumah. 

Namun, akibat pembangunan yang gila-gilaan, jeruk ini kemudian perlahan mati. Menurutnya, kondisi ini disebablan karena adanya radiasi yang dihasilan oleh atap-atap perumahan.

Pohon jeruk yang mati (Dokumentasi pribadi)
Pohon jeruk yang mati (Dokumentasi pribadi)
Dulu warga desa masih menggunakan atap yang terbuat dari daun sagu sehingga tidak menimbulkan radiasi. Sekarang, rumah-rumah warga sudah berbahan beton dan tentunya efek dari atap tersebut menyebabkan perubahan iklim menjadi ekstrim.

Selain itu, kami juga melihat batang-batang pohon mengeluarkan getah yang bewarna cokelat. 

Penyakit yang menyerang pohon (Dokumentasi pribadi)
Penyakit yang menyerang pohon (Dokumentasi pribadi)
Tentu, obrolan saya dengan Ulfa terlihat bahwa warga sekitar nampak kehilangan komoditas kebanggan di desa mereka. Warga sendiri bukan tidak berusaha. Beberapa peneliti sudah datang mengambil sampel, namun justru hingga kini tak ada tindak lanjut yang pasti, sehingga warga hanya mampu berharap.

Sejam lebih kami mengobrol, namun rasa kehilangan warga desa Topo akan komoditi bawang Topo dan jeruk Sabalaka membekas di pikiran kami. Padahal, baru saja kami begitu antusias ketika mengetahui bahwa ada komoditi andalan, tetapi sejurus kemudian kami harus menerima kenyataan pahit bahwa komoditi tersebut akan "punah".

Kami hanya mendengarkan cerita dan sedikit fakta, selebihnya angan-angan hampa menghantui. Harapan demi harapan menemani perjalanan pulang kami. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun