Hari ini, aroma kopi dan pisang goreng ibu kantin menari lincah di lidah. Sembari menguduh kenikmatan racun bersamaan dengan amukan hujan yang tampak tak bersahabat.Â
Asap-asap mengebul, menjadi pertanda cerita-cerita begitu kuat. Pria-pria berlomba memamerkan dasinya, sedangkan wanita-wanita sedang asik memainkan triknya pada pria berdasi tersebut. Senyum mengembang, mata penuh intrik.
Ah cerita di kantin ini begitu menarik. Ibu - ibu kantin tidak diam, berlomba-lomba mengadu cerita; suami, masa sekolah sampai selingkuhan si itu.
Bau kopi dan asap semakin mengebul.suara cangkir dan petikan korek api beradu. Beradu konsumsi dan hasrat imajinasi. Dengan hujan yang masih marah, yang hanyut tidak lagi tertolong, yang teriak menjadi diam. Hening.
Kopi terus diseduh, racikan emak-emak tidak kalah hebat sama racikan"orang besar" di senayan, di istana. Terbuai, terlena, tanpa pemberontakan. Sekali sruput, Â nalar menjadi liar, ide menjadi kalut. nikmat, sedap, terbuai.
Kopi masih mengebul, seperti ribuan kepentingan, hasrat, dan ambisi yang lepas bebas. Tidak ada hukum,tidak ada pak polisi,tidak di tangkap. Satu-satunya hukum disini adalah kopi harus memakai cangkir dan di sruput harus berbunyi. Karena kenikmatan selalu di ukur lewat sruput.
Lagi-lagi pria meninggi tangannya, berteori. Politik, hukum,ekonomi,dilan dan cabe-cabean ludes du bahas mengalahkan para pakar-pakar yang koar koar di media. Sekali lagi, pria punya dua sisi, yang tampak jika  di suguhi kopi.
Hari ini benar-benar indah, aroma kopi emak-emak selalu manis. Tidak semanis janji penguasa sebab kopi adalah inspirasi