Lebih jauh lagi, ini bukan hanya tentang satu restoran. Ini tentang bagaimana pelaku usaha harus memahami audiensnya. Di negeri dengan 87% penduduk beragama Islam, keterbukaan soal status halal bukan opsional, tapi sebuah keniscayaan. Apalagi kalau Anda sudah punya legacy seperti Widuran.
Ruang Maaf dan Etika Kuliner
Dalam surat permintaan maaf, Widuran berharap diberi "ruang untuk membenahi dengan itikad baik." Dan publik, yang meskipun marah, belum tentu menutup pintu sepenuhnya. Tapi tentu, maaf itu tidak gratis, ia datang bersama tanggung jawab.
Jika benar ingin membenahi, benahilah secara menyeluruh. Publikasikan proses produksi. Jelaskan bahan yang digunakan. Buka ruang tanya jawab. Jangan berlindung di balik kalimat "kami mengerti keresahan masyarakat," tanpa upaya nyata untuk benar-benar memulihkan kepercayaan.
Ayamnya Boleh Renyah, Tapi Nurani Tak Bisa Digoreng
Ayam Goreng Widuran telah menghidangkan puluhan ribu piring kenangan. Tapi di atas semua itu, mereka sedang belajar pelajaran penting: kenangan tidak cukup jika kepercayaan hilang. Anda bisa menggoreng ayam dengan resep warisan leluhur, tapi jangan sampai etika bisnis ikut tergoreng dalam minyak babi.
Satu hal yang pasti: kejujuran tidak perlu dimasak lama-lama. Sajikan saja setulusnya dan biarkan masyarakat memutuskan apakah mereka ingin satu porsi lagi, atau cukup sampai di sini!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI