Mohon tunggu...
Ogie Urvil
Ogie Urvil Mohon Tunggu... Wiraswasta - CreativePreneur, Lecturer

Orang biasa yang banyak keponya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Novelty Bonus

3 April 2024   09:37 Diperbarui: 3 April 2024   09:38 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat melihat iklan handphone baru, sepatu baru, atau item-item baru lain di timeline media sosial ataupun marketplace, selalu timbul rasa: "Wuih !!". Lantas menganggap item yang sudah lama kita miliki seakan-akan level 'attractiveness' atau 'pleasure'-nya menurun.Jangankan item baru. Kalau kita memainkan game online yang setiap bulannya pasti ada update-tan baru aja (entah item, level, karakter baru, dll), update-annya selalu ingin untuk cepat didapat. Seakan-akan kita nih gampang banget 'terjebak' dengan apapun yang sifatnya kebaruan / Novelty.

Kenapa bisa begitu ? Ternyata ini ada kaitannya dengan dopamin di otak. Dopamin dikenal populer sebagai hormon kesenangan / kebahagiaan. Beberapa jenis narkoba seperti kokain, heroin dan sabu-sabu memicu otak untuk melepaskan dopamin dalam jumlah banyak. Bisa ditebak lah akibatnya: nge-fly, halu, dan penuh perasaan bahagia.

Emrah Duzel, neuroscientist dari Institute of Cognitive Neuroscience menyatakan: fungsi populer dopamin yang diyakini sebagai 'pleasure neurotransmitter' sejauh ini masih kurang pas. Berdasarkan studinya, Duzel menyatakan bahwa dopamin bukan hanya terkait dengan 'pleasure'. Peran dari dopamin yang sebenarnya adalah menentukan kapan seseorang merasa harus 'mendekati' sesuatu, untuk kemudian dipelajarinya lebih jauh.

Dopamin lah yang memberi sinyal pada 'sistem motorik' seseorang untuk 'do something', dan memicu proses belajar. Pendek kata, versi Duzel; dopamin bukanlah 'pleasure neurotransmitter', namun 'motivation neurotransmitter'. Duzel mengajak Nico Bunzeck, seorang peneliti dari Inggris untuk mengetahui bagaiman kaitannya antara kebaruan / novelty dengan level dopamin di otak. Mereka menggunakan mesin fMRI untuk mengukur respon 'pusat motivasi' yang berada di otak tengah.

Hasilnya: semakin pusat motivasi di otak seseorang teraktivasi, level dopaminnya menjadi semakin tinggi, dan akibatnya semakin termotivasi-lah orang tersebut untuk ber-eksplorasi serta belajar. Mereka menyimpulkan: Novelty mengaktivasi pusat motivasi di otak. Novelty 'melepaskan' dopamin dan mendorong seseorang untuk memusatkan perhatian serta mencari lebih jauh mengenai apa-apa yang ada di depannya.

Sejumlah ilmuwan menyebutnya sebagai "Novelty Bonus". Sebuah alasan mengapa kita selalu mengejar dan menikmati hal-hal baru walaupun 'kecil'. Terlepas dari ada potensi imbalannya atau tidak, otak kita tetap bereaksi terhadap hal atau objek-objek yang baru.

Tahu Podcast Deddy Cobuzier kan ya ? Mungkin bisa nyambung sama teori ini. Om Deddy selalu mengundang orang-orang dari beragam 'kepakaran', baik yang pro maupun kontra. Itu bisa terhitung sebagai sebuah 'novelty' untuk setiap videonya. Saat otak kita menangkap: "Wuih !! Siapa lagi nih yang diajak Om Deddy ngobrol-ngobrol ?!?". Saat itulah dopamin kita memberi sinyal untuk menonton lebih jauh lagi podcastnya Om Deddy.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun