Sedang ramai menjadi pembicaraan mengenai seorang murid SMA 1 Cimarga Banten yang tertangkap basah sedang merokok didalam area sekolah kemudian mengaku ditampar oleh Kepala Sekolah nya, ternyata orang tua sang murid merasa tidak terima, kemudian membuat laporan hal ini kepada polisi. Ditambah lagi 630 an murid disekolah tersebut melakukan mogok sekolah karena merasa solider. Miris nya lagi sang kepala sekolah malah di non-aktifkan atas perintah wakil gubernur Banten sendiri.
Sontak hal ini menjadi trending topik di banyak platform media sosial dan di tengah masyarakat sendiri. Namun banyak netizen, tokoh masyarakat dan pengamat pendidikan menyesali situasi ini. Karena menurut kacamata mereka hal ini merupakan tendensi negatif terhadap dunia pendidikan di Indonesia, karena ada kejanggalan kebijakan yang diambil dan reaksi sosial siswa yang kelihatan mau solider atas kekerasan yang diterima kawannya yang merokok. Lebih parah nya lagi, orang tua siswa belum apa-apa sudah main lapor ke kepolisian.
Situasi yang membagongkan ini terjadi saat seorang siswa tertangkap basah merokok diarea sekolah saat ada kegiatan, saat ibu Kepala Sekolah memergoki, sang anak berusaha membuang rokok nya dan berbohong bahwa dia tidak merokok. Terpancing emosi karena melihat siswa melanggar peraturan sekolah dan berbohong spontan sang kepala sekolah memberikan tamparan ringan ke pipi sang siswa. Masalah menjadi panjang saat orang tua siswa merasa tidak terima anaknya di 'tampar', mereka mengadukan hal ini ke kepolisian setempat bahkan melakukan visum atas 'cidera' anaknya yang di tampar. Entah siapa yang menyebar ajakan kepada siswa lain untuk mogok belajar dan mengajukan tuntutan agar kepala sekolah dilengserkan, maka terjadilah mogok belajar selama 2 hari disekolah tersebut.
Tak lama kemudian wakil gubernur Banten Pak DImyati Natakusumah memberikan statement bahwa sang kepala sekolah akan di non-aktifkan karena 'melakukan kekerasan'di sekolahnya. Dan kebijakan ini telah dilakukan dengan menunjuk PLT sementara disekolah tersebut sambil menunggu proses penyelidikan atas kasus ini.
Hal ini menurut saya menjadi ujian bagi dunia pendidikan di Banten khususnya dan Indonesia secara umum, sebab berita seperti ini tentu dengan mudh diakses oleh siswa dan sekolah lainnya. Sebab menurut saya pribadi hal ini aneh bin janggal, Seorang Kepala Sekolah yang sedang menjalankan proses MENDIDIK siswa nya agar menjadi orang yang baik dimasa depan, tetiba malah menjadi pesakitan yang dilaporkan ke polisi dan bahkan terancam karir nya.
Mengapa janggal ? jelas dalam PERMENDIKBUD No 64 Tahun 2015 mengenai KAWASAN TANPA ROKOK DI LINGKUNGAN SEKOLAH. Dalam pasal 5 disebutkan bahwa : "Kepala Sekolah, guru, tenaga kependidikan, peserta didik, dan pihak lain, dilaran meorok, memproduksi, menjual, mengiklankan atau mempromosikan rokok dilingkungan sekolah". Dan Kepala Sekolah WAJIB MENEGUR dan/atau mengambil Tindakan jika ada pelanggaran. Jadi wajar saja jika kepala sekolah menegur siswa yang kedapatan merokok diarea sekolahnya. Jika kemudian ada kasus 'penamparan', itu merupakan letupan emosi sesaat karena sang siswa berbohong. Jadi yang di'tampar' itu kebohongan sang siswa. Saya yakin sang ibu kepala sekolah marah bukan karena benci kepada sang anak dan tamparan nya bukan tamparan seorang ahli bela diri atau militer. Kita lihat lebih dalam, apa motivasi sang siswa kok berani-beraninya merokok dilingkungan sekolah ? Dari 630 siswa, mengapa hanya dia yang merokok ?. Biar kelihatan hebat/jagoan ?.
Yang lebih aneh bin ajaib, bisa-bisanya 630 orang siswa dari 19 kelas melakukan mogok belajar dengan alasan solider atas 'kekerasan' yang diterima rekannya. Malah memasang spanduk untuk melengserkan kepala sekolah nya. Mengapa ajaib ? Kok bisa-bisanya siswa melakukan mogok belajar dengan kesan 'membela' kawan nya yang jelas-jelas melanggar aturan sekolah. Apakah mereka lupa bahwa saat mencari sekolah dulu, orang tua mereka lintang pukang belusukan agar anak nya bisa diteriman untuk bukan hanya belajar, namun dididik untuk menjadi manusia lebih baik dimasa depan ?.
Mengapa saya merasa ini tantangan bagi dunia Pendidikan di Banten (bahkan Indonesia) ?. Sebab bila memang iya Bu Kepala Sekolah saja yang menjadi 'korban' dengan diusut polisi, di non-aktifkan bahkan dilengserkan, maka saya khawatir ini menjadi tendensi buruk kepada dunia pendidikan kita, seperti ;
- Sang murid perokok (dan orang tuanya) akan besar kepala karena 'dibela' dan berhasil melengserkan seorang kepala sekolah. Saya khawatir trend yang sama akan berulang di sekolah yang sama dan bahkan menular ke sekolah lainnya.
- Kepala Sekolah dan guru-guru tidak akan 'berani' lagi menegur murid yang melanggar peraturan, dan saat ditegur sang siswa berbohong atau melawan, guru nya akan diam saja (cari aman)
- Murid yang mogok sekolah juga menjadi contoh saat ada kebijakan sekolah atau ketegasan pendidik dirasa kurang nyaman oleh mereka.
Bila ini benar-benar terjadi didunia pendidikan kita maka ibarat pepatah "jauh panggang dari api" untuk menuju Indonesia Emas. Malah bisa saja terjadi "Indonesia Lemas" karena generasi muda yang lemah dan cengeng, karena tanpa sadar hal itu terjadi juga lantaran ada andil orang tua nya.
    Informasi terkini ada angin segar dari anggota DPRD Banten yang meminta agar kasus ini di selesaikan seadil-adil nya, dengan menyelidiki peristiwa ini sejelas-jelasnya, hingga bisa diambil tindakan seadil-adilnya. Jangan sampai kepala sekolah dilengserkan karena hendak menegakkan peraturan, sementara, siswa yang merokok bisa melenggang santai kesekolah. Begitu juga dengan 630 siswa yang melakukan mogok sekolah, harus diberikan pendidikan khusus mengenai ADAB dan rasa syukur atas nikmat yang telah mereka dapatkan dengan bisa bersekolah di SMA idaman.
    Di dunia maya mulai muncul taggar #kamibersamabudini yang mendukung Ibu Kepala Sekolah (Dini Fitria). Dukungan juga direspon positif oleh alumni siswa SMA Cimarga yang pernah merasakan 'tegas'nya hasil didikan Ibu Dini hingga mereka sukses dan berhasil memasuki dunia pendidikan dan dunia kerja pasca mereka lulus SMA. Mereka juga menyayangkan tindakan mogok sekolah yang dilakukan oleh adik-adik kelas mereka dalam kasus ini. Sebab bisa saja  menjadi catatan negatif bagi perusahaan dan Lembaga Pendidikan untuk tidak akan menerima lulusan SMA angkatan mogok ini. Dan sungguh hal ini merugikan mereka sendiri.