Mohon tunggu...
octavianihutajulu
octavianihutajulu Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya Suka Membaca Wattpad

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Media Sosial Memukau, Mahasiswa Merasa Tertinggal: Ini Soal FOMO

29 Maret 2025   14:34 Diperbarui: 29 Maret 2025   16:04 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai mahasiswa, kita hidup di era yang penuh dengan paradoks. Meskipun kemudahan dalam mengakses informasi dan terhubung dengan dunia maya seharusnya memperluas wawasan kita, seringkali hal tersebut justru membuat kita terjebak dalam labirin kecemasan. Istilah Fear of Missing Out (FOMO) bukan lagi sekadar trend, melainkan kenyataan pahit yang menghantui benak, terutama ketika jemari ini tanpa sadar menari di atas layar ponsel.

Coba Kita Melihat linimasa media sosial kita. Kilauan pesta teman di Bali, pencapaian akademik yang membanggakan, liburan ke destinasi eksotis, hingga outfit of the day (OOTD) yang selalu on point semuanya terjadi begitu sempurna. Tanpa kita sadari, narasi ideal yang terpampang di layar ini menumbuhkan bibit perbandingan. Kita mulai mempertanyakan pencapaian diri, merasa tertinggal, bahkan inferior. Padahal, seringkali, apa yang kita lihat hanyalah highlight dari sebuah realitas yang jauh lebih kompleks.

"FOMO itu seperti candu digital," ujar Dr. Tania Putri, seorang psikolog klinis yang fokus pada kesehatan mental remaja dan dewasa muda. "Paparan konten yang menampilkan kehidupan 'sempurna' orang lain memicu pelepasan dopamin di otak, zat kimia yang menimbulkan rasa senang. Namun, ketika kita membandingkan diri dan merasa kurang, muncul kecemasan dan ketidakpuasan. Siklus ini terus berulang, membuat kita semakin terpaku pada layar dan takut ketinggalan. 

Seperti contohnya Kecanduan Terhadap Tren Tik Tok Pada saat ini yang sering disebut Velocity Tak Jarang banyak sekarang Dari anak Kecil Hingga Mahasiswa Yang selalu Membuat tren tersebut untuk di upload Ke Media sosial Mereka Seperti Di Instagram,Tik Tok.seperti saya dan teman saya juga adalah orang yang termasuk kedalam kecanduan akan membuat trend tiktok yaitu velocity tersebut, yang dimana kita merasa tertinggal jika tidak membuat trend velocity . Itulah adalah contoh yang tanpa kami sadari adalah bentuk ke fomoan terhadap suatu trend  yang ada di media sosial.Tetapi Hal itu juga tidak selalu Negatif menurut pandangan kami dikarenakan itu juga dapat membuat suasana hati menjadi lebih gembira pada saat melakukan trend velocity tersebut.

Tekanan untuk selalu tampil sempurna ini diperparah oleh budaya konsumtif yang kian mengakar. Kita didorong untuk memiliki gadget terbaru, mengikuti tren fashion, dan mengunjungi tempat-tempat hits agar dianggap eksis dan tidak ketinggalan zaman. Padahal, di balik layar, tak sedikit mahasiswa yang harus berjuang dengan keterbatasan ekonomi atau mengorbankan hal-hal penting demi memenuhi tuntutan gaya hidup semu ini.

"Fenomena FOMO ini erat kaitannya dengan konstruksi identitas di era digital," jelas Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Dr. Arya Wijaya. "Mahasiswa sebagai kelompok usia yang sedang mencari jati diri sangat rentan terhadap validasi dari lingkungan sosial, terutama di dunia maya. Jumlah likes, komentar positif, dan pengakuan daring seringkali dijadikan tolok ukur keberhasilan dan penerimaan diri."

Lantas, bagaimana kita sebagai mahasiswa dapat keluar dari jerat FOMO dan tekanan gaya hidup sempurna ini? Langkah pertama adalah meningkatkan kesadaran diri (self-awareness). Kita perlu menyadari bahwa media sosial seringkali menampilkan representasi yang terkurasi dan tidak selalu mencerminkan realitas sebenarnya. Membatasi waktu penggunaan media sosial dan lebih fokus pada interaksi di dunia nyata juga menjadi kunci penting.

"Penting untuk diingat bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidupnya masing-masing," imbuh Dr. Tania. "Fokuslah pada pengembangan diri, menetapkan tujuan yang realistis, dan mensyukuri apa yang kita miliki. Membangun koneksi yang autentik dengan teman dan keluarga di dunia nyata juga dapat menjadi penangkal efektif terhadap rasa kesepian dan ketertinggalan yang dipicu oleh FOMO."

Selain itu, komunitas dan lingkungan kampus juga memiliki peran penting. Kampus dapat menjadi ruang aman untuk berbagi cerita dan pengalaman tanpa rasa takut dihakimi. Kegiatan-kegiatan positif yang mendukung pengembangan diri dan minat bakat dapat menjadi alternatif yang lebih sehat dan bermakna dibandingkan terus-menerus Scroll media sosial.

Sebagai mahasiswa, kita adalah agen perubahan. Mari kita mulai membangun narasi yang lebih otentik dan jujur di media sosial. Alih-alih berlomba-lomba menampilkan kesempurnaan, mari kita rayakan proses, kegagalan, dan keunikan diri. Dengan begitu, layar ponsel tidak lagi menjadi hal yang menakutkan, melainkan jendela yang benar-benar membuka cakrawala, bukan justru merapuhkan jiwa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun