Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Dialektika Antara Keadilan Retributif, dan Keadilan Restoratif

20 Februari 2025   17:37 Diperbarui: 20 Februari 2025   17:55 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Keadilan (PIXABAY.COM/WilliamCho)

Hal ini sering melibatkan dialog antara korban dan pelaku, serta upaya untuk mengembalikan keseimbangan sosial yang terganggu akibat perbuatan tersebut. Pendekatan ini banyak digunakan dalam mediasi konflik dan sistem peradilan yang berorientasi pada rehabilitasi.

Dialektika dalam Kisah

Dalam banyak kisah atau narasi etis, terdapat ketegangan antara kedua pendekatan ini. Di satu sisi, ada dorongan untuk menegakkan keadilan dengan memberikan hukuman kepada mereka yang bersalah, tetapi di sisi lain, ada panggilan untuk menunjukkan belas kasihan dan memberi kesempatan bagi pemulihan.

Contohnya bisa ditemukan dalam kisah-kisah religius dan sastra. Dalam Alkitab, Yesus sering menunjukkan belas kasihan kepada orang berdosa (restoratif), sementara para pemuka agama lebih cenderung menegakkan hukum secara ketat (retributif). 

Kisah perempuan yang berzina dalam Yohanes 8:1-11 menggambarkan kontras ini, di mana Yesus menolak untuk menghukum perempuan tersebut dengan rajam, meskipun hukum Yahudi mengizinkannya, dan malah mendorongnya untuk bertobat.

Dalam filsafat dan hukum, perdebatan mengenai keadilan retributif dan belas kasihan restoratif sering muncul dalam konteks sistem peradilan modern. 

Apakah seseorang yang melakukan kejahatan berat harus dihukum mati atau diberi kesempatan untuk bertobat dan memperbaiki diri? 

Apakah hukuman seumur hidup lebih manusiawi dibandingkan hukuman mati? Pertanyaan-pertanyaan ini terus menjadi bahan perdebatan dalam etika hukum.

Dalam praktiknya, banyak sistem hukum mencoba menggabungkan kedua pendekatan ini. Misalnya, dalam beberapa kasus, pelaku kejahatan ringan diberikan program rehabilitasi alih-alih hukuman penjara. 

Di sisi lain, untuk pelanggaran berat seperti pembunuhan atau korupsi, hukuman yang lebih berat diterapkan untuk menegakkan keadilan dan efek jera.

Ada yang percaya bahwa keadilan harus bersifat absolut dan tidak boleh dikompromikan dengan belas kasihan, sementara yang lain melihat bahwa keadilan sejati harus mempertimbangkan kemungkinan perubahan dan pemulihan individu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun