Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Ancaman Kera Ekor Panjang Menyerbu Tanaman Pertanian di Desa Ngargaloka

17 Februari 2025   14:04 Diperbarui: 17 Februari 2025   15:24 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kawanan kera ekor panjang  (Detikjateng/Pradito Rida)

Lereng Gunung Merbabu dalam beberapa tahun terakhir menghadapi tantangan baru bagi para petani. Kawanan kera ekor panjang semakin sering turun dari hutan dan menyerbu ladang-ladang pertanian. 

Serangan ini tidak hanya menyebabkan kerugian dalam hasil panen, tetapi juga menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat yang menggantungkan hidup mereka pada pertanian.

Para petani mengeluhkan ulah kera-kera liar ini yang tanpa ragu mengambil hasil pertanian seperti jagung, wortel, dan berbagai tanaman sayuran lainnya. 

Tidak hanya mencuri, mereka juga merusak tanaman yang belum siap panen, sehingga menambah beban ekonomi para petani. Bahkan, kera-kera ini sering kali masuk hingga ke pekarangan rumah, memperparah ketidaknyamanan warga.

Mengusir kawanan kera bukanlah tugas yang mudah. Berbagai cara telah dicoba oleh petani, mulai dari penjagaan di ladang, pembuatan pagar, hingga menggunakan suara keras untuk menakuti mereka. Namun, kera-kera ini tampaknya sudah terbiasa dan tetap kembali untuk mencari makanan.

Para petani juga telah berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kabupaten Boyolali. Meski demikian, belum ada solusi efektif yang dapat sepenuhnya mengatasi permasalahan ini. 

Petani harus tetap berjaga siang dan malam untuk memastikan hasil panen mereka tidak hilang begitu saja.

Menurut beberapa warga setempat, kera-kera ini diduga berasal dari lereng Gunung Merapi. Letusan besar yang terjadi pada tahun 2010 menyebabkan habitat mereka terganggu, memaksa mereka berpindah mencari sumber makanan baru. Lereng Merbabu menjadi salah satu tujuan karena masih memiliki lahan pertanian yang subur.

Di Dusun Tanen, Desa Ngragaloka, serangan kera menjadi momok yang tak kunjung berakhir. Salah satu petani, Pak Noh, bahkan membangun sebuah gubuk kecil di pingir ladangnya agar dapat berjaga sepanjang waktu. 

Pak Noh dibantu oleh seorang kerabatnya yang bergantian menjaga tanaman mereka dari serbuan kawanan kera.

Beberapa warga juga mulai memelihara anjing untuk menghalau kera yang masuk ke pekarangan rumah maupun ladang. Keberadaan anjing penjaga terbukti cukup efektif, meskipun tetap belum bisa sepenuhnya menghentikan serangan kera yang datang dalam kelompok besar.

Seorang warga lainnya, Mas Jito, mengakui bahwa mengusir kera bukanlah perkara mudah. Meski sudah berbagai cara dilakukan, kera-kera ini tetap kembali, menunjukkan betapa sulitnya menghadapi hewan liar yang sudah kehilangan habitat aslinya.

Para petani berharap adanya intervensi lebih lanjut dari pihak berwenang untuk mencari solusi yang lebih efektif. Mungkin dengan adanya penelitian lebih mendalam, bisa ditemukan cara untuk mengendalikan populasi kera agar tidak mengganggu kehidupan warga.

Serangan kera ekor panjang di lereng Merbabu adalah permasalahan yang kompleks dan membutuhkan pendekatan yang seimbang. Di satu sisi, petani mengalami kerugian besar akibat serangan ini, sementara di sisi lain, kera-kera ini juga merupakan bagian dari ekosistem yang membutuhkan habitat alami. 

Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama dalam menciptakan solusi yang tidak hanya mengamankan ladang petani, tetapi juga memastikan kesejahteraan satwa liar agar tidak semakin terdorong ke permukiman manusia.

Upaya jangka panjang perlu dilakukan dengan mengembalikan keseimbangan ekosistem. Rehabilitasi hutan dan konservasi satwa liar bisa menjadi salah satu langkah penting untuk mengurangi konflik antara manusia dan kera. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun