"Oh, ya. Aku besok saja. Niih, mau nunggu jemputan. Risky..., aku belum pernah dengar kamu meneruskan kemana? Kamu pinter Ris. Cari aja kedokteran. Pasti deh kamu dapat."
Risky masih berdiri dihadapan gadis di depannya. Sesekali ijasah digenggam tangannya ia lirik. Terlihat angka 9 dibeberapa mata pelajaran. Risky berusaha menyembunyikan rasa sedih dihadapan Bunga. Ia tahu gadis itu sangat berharap aku mencari jurusan terbaik. Aku tak pernah mengiyakan dan tak pernah juga mengatakan tidak. Risky tak enak mengecewakan Bunga.
    "Ris, aku duluan ya. Nih, mobil jemputan sudah datang," kata Bunga.
Entah keberanian darimana, atau keberuntungan darimana tiba-tiba Bunga memegang tangan Risky. Jemari halus terasa mengantar getar rasa kesekujur tubuh Risky. Ia tidak mengerti apakah ini yang disebut rasa cinta. Belum lagi sorot mata Bunga terlihat syahdu. "Risky.., besok kamu datang ke rumah ya. Kita kumpul-kumpul sambil syukuran aku diterima kuliah di Singapura. Kamu harus datang Ris. Aku tunggu." Bunga melepas jemarinya karena ia tak ingin sopir melihat adengan tadi.
Bunga terus melangkah dan pastinya menjauh. Tubuh anggun dengan rambut dibiarkan lepas tergerai. Risky hanya mampu menatap dari belakang. Hanya sekali Bunga menoleh dan melepas senyumnya.
 Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI