Sejak aku lahir, aku tak pernah melihat rupanya. Hanya nyanyian alam yang memberitahuku, ia pergi pada kelopak lain yang sedang merekah. Mencari madu bunga untuk bertahan hidup.
Entah sampai kapan perjalanan itu berakhir, entahlah. Aku juga tak benar-benar paham, apa yang membuatku bertahan hidup hingga sekarang, sampai bagian-bagian tubuhku berubah bentuk dan membesar sama membingungkan nya dengan kelahiran ku puluhan tahun lalu.Â
Hingga kabar itu mendarat di kupingku.
Akan ada laki-laki dari jenisku yang akan datang. Berita itu kudapatkan sepotong-sepotong dari burung kenari.Â
Saat ia hinggap di ibu jariku. Sebelah matanya menghadap kearahku menyampaikan cerita itu dengan semangat. Kuperhatikan bola matanya, seperti ada kedamaian yang akan datang. Ah...bukankah selama ini alam telah memberiku kedamaian?Â
***
Pagi itu kabut tipis menutupi tempat tidurku. Sebuah tempat yang dibuat sedemikian rupa dengan daun-daun halus membentuk gua kecil dengan tirai ranting-ranting tua yang menghitam.
Kadang-kadang teman-temanku menambahkan bunga-bunga dengan berbagai warna, menambah keelokan rupa, gadis bunga mawar yang berbaring pulas didalamnya.
Ada getaran-getaran aneh yang membangunkanku. Seperti keteraturan yang terganggu. Belum pernah pagiku disambut macam begini. Aku mengusap-usap mataku. Berjalan keluar mencari sumber kegaduhan itu.
Masih samar-samar mataku memandang sekeliling, seorang laki-laki dengan kemeja kotak-kotak biru, bercelana coklat santai dengan topi kupluk, berdiri sambil memandangku kikuk.Â
Butuh waktu berhari-hari bagiku untuk percaya pada laki-laki ini. ia mengikuti ke manapun aku pergi, melihatku memetik bunga, bermain dengan hewan-hewan, bahkan melihatku mandi berenang di danau. Di bagian terakhir ia ikut serta, menanggalkan seluruh pakaiannya. Ada bagian yang tak bisa kujelaskan di sini.