Mohon tunggu...
Mas Nuz
Mas Nuz Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis biasa.

hamba Alloh yang berusaha hidup untuk mendapatkan ridhoNya. . T: @nuzululpunya | IG: @nuzulularifin

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan, Bukan Bulan Menghitung Kesiasiaan

7 Juni 2019   21:46 Diperbarui: 7 Juni 2019   21:49 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menghitung harta hakiki. (dok. pribadi)

Sir Edmunt Hillary. Anda belum kenal? Beliau adalah sang pioner penakluk Mount Everest. Puncak gunung tertinggi  dunia di Pegunungan Himalaya.

Seorang wartawan pernah bertanya kepadanya. Tentang sesuatu hal yang paling ditakuti saat menjelajah alam. Jawaban tak terduga meluncur dari beliau. Bahwa yang ditakuti, bukanlah binatang buas. Apalagi jurang yang curam, bola es raksasa, atau padang pasir yang luas. Begitu juga dengan padang savanah nan luas dan gersang. Bukan!

Beliau menjawab, "Sebutir pasir di sela-sela jari kaki."

Sang wartawan terbelalak keheranan. Belum habis rasa heran itu, Sir Edmun menlanjutkan.

"Sebutir pasir yang memasuki sela-sela kaki. Seringkali menjadi awal malapetaka. Ia bisa masuk ke kulit kaki. Atau menyusup lewat kuku. Jari-jemaripun bisa terkena infeksi. Jika dibiarkan, tentu akan membusuk. Lalu tanpa sadar. Kakipun tak bisa digerakkan. ITentulahtulah malapetaka bagi seorang penjelajah. Karena dia harus ditandu."

Harimau, buaya, dan beruang adalah binatang buas. Namun secara naluriah, mereka takut dengan manusia. Sementara saat menghadapi jurang yang curang atau ganasnya padang pasir. Seorang penjelajah tentu sudah memiliki persiapan memadai.

Namun bila menghadapi sebutir pasir yang akan masuk ke jari kaki. Tentu sang penjelajah tak siap menghadapinya. Bahkan cenderung mengabaikannya. 

Jangan Abaikan Dosa Kecil

Secuil kisah di atas menjadi inspirasi. Bila kita mau merenungkan. Betapa perkara kecil bisa menjadi malapetaka. Sebagaimana kita ibaratkan, dosa kecil. Dosa kecil yang kita abaikan. Tentu nanti akan mencelakakan kita.

Sombong, iri, dengki dan bergunjing. Perbuatan yang kita anggap kecil dosanya. Namun bila kita lakukan berulang-ulang. Akhirnya akan menjadi suatu hal yang dianggap biasa. Di penghujungnya, dosanya tanpa disadari telah menumpuk.

Pada akhirnya, perbuatan tersebut bakal merugikan dirinya. Bahkan bisa lebih dari itu. Pergunjingan yang menjurus fitnah bisa 'membunuh' banyak orang. Masyarakat menjadi tidak nyaman. Akibat tersebarnya informasi yang tidak benar.

Oleh karena itu, Rasulullah sallahu 'alaihi wa sallam mewanti-wanti agar umatnya menjauhi dosa kecil. Seraya tak abai dengan amalan-amalan baik. Meski terlihat kecil pahalanya. Sebagaimana kisah seorang pelacur. Memberi minum anjing yang tengah sekarat.

Gara-gara perbuatan baik yang dianggap sepele itu. Sang pelacurpun dimasukkan ke surga. Allah Ta'ala menilai bukan karena kecilnya nilai pahala. Perbuatan baik yang dilakukan dengan penuh keikhlasan. Itulah yang mempunyai nilai besar.

Bukankah semua ruh yang ada di alam raya ini hakikatnya adalah milikNya? Termasuk ruh sang anjing. Karena setetes air dari sang pelacur. Nyawa anjing itupun dapat terselamatkan.

Berhitung Pahala

Bulan Ramadan. Semua amalan yang kita lakukan langsung dihitung oleh Allah Ta'ala. Karena khusus untuk puasa di bulan ini. Ibadah kita semata-mata hanya untukNya. Kita tak tahu berapa puluh, ratus, atau ribu kali amalan kita dinilai.

Bahkan ada sebuah malam. Dimana malam itu digambarkan kebaikannya meliputi 1.000 bulan. Itulah 'malam lailatul qadr'. Menurut sebagian besar pendapat jumhur ulama. Malam itu terdapat di 10 hari terakhir. Di penghujung bulan Ramadan.

Menahan haus dan lapar. Menahan berbagai godaan buruk hawa nafsu. Shalat berjamaah tepat waktu bagi kaum Adam. Bersedekah tanpa putus sepanjang bulan. Membaca Al-Qur'an hingga hatam. Mendirikan shalat tawawih/qiyamul lail. Memperbanyak amalan-amalan sunnah tanpa kenal lelah.

Berharap 'lulus' menjadi orang-orang yang bertakwa. Meski terkadang kita 'kebobolan' di detik-detik terakhir. Merasa cukup tuntas melaksanakan ibadah di bulan ini. Dan ingin bersegera mengakhirinya. 

Pun selepas Ramadan. Masjid dan surau kembali sepi. Tak banyak lagi yang berhikmat. Sebab beranggapan bahwa ibadah utama telah tuntas. Abai terhadap amalan-amalan kecil yang telah dilakukan saat Ramadan.

Inilah yang ditakutkan oleh Nabi kita. Tanpa sadar kita telah menjadi manusia yang sombong. Hingga 'membakar' amalan-amalan baik kita. Astaghfirullah. Ternyata bukan perkara mudah untuk ikhlas itu.

Ramadan seharusnya membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik. Paling tidak di sebelas bulan ke dapan. Tetap istikomah melakukan amalan-amalan kecil. Tanpa mengabaikan amalan-amalan besar yang utama. 

Menegakkan shalat lima waktu berjamaah di masjid bagi kaum lelaki. Berpuasa sunnah sebagaimana Nabi telah contohkan. Dengan dilandasi rasa ikhlas. Semata-mata untuk mendapatkan ridha dari Allah Ta'ala.

Sambil tetap berdoa di enam bulan ke depan. Agar amalan-amalan Ramadan kita di terima olehnya. Enam bulan berikutnya, berdoa agar kita dapat dipertemukan di bulan Ramadan di tahun yang akan datang. Semoga...

ilustrasi diolah dari freepik.com
ilustrasi diolah dari freepik.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun