Mohon tunggu...
Nurul Layli
Nurul Layli Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Aktivis Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Stunting dan Kemiskinan: Permasalahan yang Tak Berkesudahan

5 Februari 2023   19:50 Diperbarui: 10 Februari 2023   15:02 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Stunting serta kemiskinan merupakan dua dari banyaknya permasalahan umat yang masih belum berkesudahan. Bahkan hingga detik ini, angka stunting dan kemiskinan di Indonesia masih terbilang cukup tinggi. Salah satunya di daerah Sumbawa yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) 2022, sebanyak 15.370 jiwa atau 3,20 persen penduduk Kabupaten Sumbawa mengalami kemiskinan ekstrem. Sementara itu, berdasarkan data SSGI (Survei Status Gizi Indonesia) 2021, prevalensi stunting di Kabupaten Sumbawa sebanyak 12.765 atau 29,7 persen penduduk usia balita.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhajir Effendy, menyatakan bahwa stunting dan kemiskinan ekstrem adalah permasalahan yang saling beririsan hingga mencapai angka 60 persen. Beliau juga menyampaikan bahwa faktor penyebab stunting adalah fenomena kemiskinan ekstrem di antaranya kendala dalam mengakses kebutuhan dasar, akses air bersih, fasilitas sanitasi dan lainnya. Untuk menuntaskan permasalahan tersebut, beliau berpendapat bahwa harus dilakukan upaya pengeroyokan masalah stunting dan kemiskinan secara bersamaan.

Beliau menawarkan solusi penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem yaitu dengan intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Intervensi gizi spesifik yaitu dengan intervensi yang berhubungan dengan peningkatan gizi dan kesehatan. Sementara intervensi gizi sensitif yaitu intervensi pendukung untuk mempercepat penurunan stunting seperti penyediaan air bersih, MCK, dan fasilitas sanitasi. Untuk penanganan intervensi spesifik ini nantinya akan melibatan Kementerian Kesehatan sedangkan untuk penanganan intervensi sensitif akan melibatkan kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) dan kementerian lainnya.

Sungguh sangat disayangkan, hingga saat ini permasalahan stunting dan kemiskinan masih belum menemukan titik terang bahkan terus berkelanjutan. Hal ini semakin menunjukkan bahwa pemerintahan saat ini belum mampu mengentaskan permasalahan stunting dan kemiskinan. Hal ini tentu tidak jauh dari bagaimana cara pandang pemerintah dalam mengurus kehidupan rakyatnya.

Pemerintah atau penguasa hari ini hanya mengedepankan nilai untung rugi dalam menangani urusan rakyatnya sendiri. Betapa banyak proyek besar yang memungut dana fantastis dari APBN tetap dilangsungkan hanya untuk meraup investasi dari kaum bermodal tinggi. Tetapi di sisi lain mengorbankan ribuan jiwa berada dalam kubangan kemiskinan dan kesengsaraan yang nyata.

Beginilah jadinya ketika cara pandang pengusa dalam menangani urusan rakyatnya menggunakan cara pandang Kapitalisme. Sebuah cara pandang yang menjadikan materi atau keuntungan sebagai orientasinya. Selama ada manfaat atau keuntungan yang bisa diperoleh, maka kebijakan tersebut yang akan diambil dan diberlakukan. Walaupun pada akhirnya akan menyengsarakan rakyat. Inilah potret penguasa di negara yang menjadikan Kapitalisme sebagai sistem kehidupannya.

Tentu, kita tidak ingin kondisi semacam ini terus-menerus terjadi. Harus ada upaya untuk menangani permasalahan stunting dan kemiskinan di negeri ini. Solusi tersebut haruslah solusi yang sistematik. Sebab yang menjadi akar permasalahannya adalah hal yang bersifat sistematik pula. Jika sistem Kapitalisme tak mampu menjamin kehidupan sejahtera bagi rakyat, maka sitem terbaik yang bisa menuntaskan permasalahan ini tidak lain adalah sistem Islam. Islam sebagai agama Rahmatan lil 'Alamiin, merupakan agama sekaligus seperangkat aturan yang telah mengatur seluruh urusan kehidupan manusia. Salah satunya adalah dalam bidang ekonomi yang mampu menangani permasalahan stunting dan kemiskinan ekstrem.

Dalam sistem ekonomi Islam, terdapat banyak pengaturan salah satunya adalah terkait dengan pembagian kepemilikan. Islam membagi kepemilikan menjadi tiga, yaitu (1) Kepemilikan individu, (2) Kepemilikan umum, dan (3) Kepemilikan negara. Dengan pembagian kepemilikan seperti ini, Islam menjamin setiap individu akan mendapatkan kesejahteraan melalui penghidupan yang layak. Tidak akan ada lagi penguasaan sumber daya alam oleh kaum pemilik modal yang berimbas pada kesenjangan ekstrem antara si kaya dan si miskin sehingga akan tuntas pula permasalahan stunting dan kemiskinan ekstrem.

Untuk itu, hanya Islamlah solusi satu-satunya yang harus kita ambil dan terapkan dalam kehidupan. Sebab dengan penerapan Islam secara kaffah (keseluruhan), maka seluruh permasalahan dalam kehidupan akan dapat terselesaikan. Bahkan lebih dari itu, Allah akan menurunkan keberkahan-Nya kepada kita selama di dunia dan memberikan pertolongan-Nya di akhirat kelak ketika kita senantiasa menerapkan Islam secara kaffah dalam kehidupan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun