Mohon tunggu...
Nurul Hidayah
Nurul Hidayah Mohon Tunggu... Relawan - Jejak Pena

Menulislah, karena menulis itu abadi. Tinggalkan jejak kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Negeri Para Putri Sholihah

21 Agustus 2020   08:16 Diperbarui: 21 Agustus 2020   08:15 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mentari mulai bergerak turun ke laut untuk mandi. Daun nyiur melambai-lambai diterpa angin laut. Langit jingga membentang di cakrawala. Desir ombak melantunkan senandung rindu. Pasir putih terhampar luas dari ujung tepian pantai yang permai. 

Burung-burung bangau terbang dalam koloninya, mengabarkan bahwa petang akan menjelang. Mentari pun akan diantarkan senja menuju peraduan. Zahra masih duduk di tepian pantai, dia tak acuh pada kakinya yang kedinginan diterpa ombak silih berganti. 

Beberapa sahabatnya telah berkemas untuk pulang, tetapi Zahra masih terpaku mengenang masa itu. Sunset di penghujung senja ini membuatnya semakin tenggelam dalam lamunan. Bayang-bayang ibundanya selalu menemaninya dalam sepi. 

Senyum manis yang tersungging di bibir ibundanya adalah penyemangat hidup Zahra. Tak pernah sekalipun senyuman itu lupa menyapanya. Ibundanya adalah muslimah sejati, ibu yang bijaksana, dan sahabat setia bagi Zahra. Kini semua masa-masa indah bersama bunda tinggallah kenangan. Kenangan yang terukir abadi dalam lubuk hati Zahra.

Pada senja yang sama, langit mulai menjingga. Awan-awan berarak perlahan mengikuti hembusan angin. Pasir putih terhampar luas di tepi pantai. Segerombol anak sedang bermain pasir, mereka membuat istana pasir yang indah. Kebersamaan dalam suka cita, riuhnya tawa mereka menambah indahnya pesona pantai di kala senja. Beberapa anak sedang bermain bola, ramai sekali. 

Sedangkan keluarga Zahra masih asyik bersepeda keliling pantai. Setiap akhir pekan, keluarga ini selalu menyempatkan untuk berlibur ke pantai. Ayah, bunda, Zahra, dan ketiga adiknya sedang asyik bersepeda. Mereka saling berboncengan dengan menaiki tiga buah sepeda. Si bungsu selalu dibonceng Ayahnya. 

Namun, hari ini ada sesuatu yang berbeda. Sang ayah sedang memboncengkan wanita cantik berhijab biru laut dan bergamis putih keperak-perakan. Seulas senyum tersungging di bibir wanita anggun ini. 

Dia adalah bunda. Tak biasanya bunda minta dibonceng ayah. Hari ini kebahagiaan bunda seolah telah sempurna. Dikelilingi keluarga bahagia, suami yang bijaksana, dan empat anak gadis yang cantik-cantik. Petang pun mulai menjelang, si bungsu sedari tadi merengek minta pulang. 

Dalam gendongan ibundanya dia masih saja merengek. Keluarga Zahra pun berkemas dan segera pulang ke rumah. Mentari telah menanggalkan teriknya. Siluet senja tinggalkan bayang-bayang kebahagiaan yang tak lama lagi menjadi kenangan.

Di kala petang menjelang, cahaya bulan bersinar terang, ditemani bintang-gemintang yang berkilauan. Dinginnya angin malam tak dirasa oleh Zahra dan adik-adiknya. Mereka sedang tenggelam dalam hangatnya dongeng malam sang bunda. 

Tiap malam menjelang tidur, bunda selalu berkumpul bersama keempat anak gadisnya di beranda rumah sambil menikmati temaram cahaya rembulan. Bunda selalu membawakan kisah "Negeri Para Putri Sholihah".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun