Kebutuhan energi nasional terus meningkat seiring pertumbuhan industri dan populasi manusia. Selama ini, Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil seperti batu bara dan minyak bumi yang tidak ramah lingkungan dan semakin menipis. Di sisi lain, potensi energi surya di Indonesia sangat melimpah berkat letak geografisnya di garis khatulistiwa. Menurut data Kementerian ESDM (2023), potensi tenaga surya Indonesia mencapai 165,9 GW, namun realisasi pemanfaatannya baru sekitar 5 GW. Kesenjangan ini menunjukkan bahwa pengembangan teknologi energi surya menjadi kebutuhan mendesak bagi ketahanan energi nasional.
Teknologi surya kini berkembang pesat sebagai solusi transisi menuju energi bersih. Panel surya generasi terbaru menawarkan kemampuan untuk menghasilkan listrik secara efisien bahkan saat cuaca mendung. Selain itu, harga modul surya terus menurun, menjadikan biaya produksi listrik menjadi lebih terjangkau. International Renewable Energy Agency (IRENA, 2022) mencatat bahwa biaya listrik dari tenaga surya turun lebih dari 80% dalam satu dekade terakhir, menjadikannya sebagai sumber energi yang paling kompetitif. Dengan adanya teknologi penyimpanan berbasis baterai, energi surya berpotensi menjadi tulang punggung pasokan listrik nasional di masa depan.Tidak hanya dalam teknologi panel dan baterai, tetapi penggabungan energi surya dengan sistem jaringan listrik nasional menjadi tantangan sekaligus peluang. Teknologi smart grid memungkinkan distribusi listrik dari panel surya ke berbagai wilayah dengan efisiensi tinggi. Di sisi lain, penerapan microgrid di daerah terpencil sangat membantu masyarakat yang belum terjangkau listrik oleh PLN. Sebagai contoh, proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kepulauan Riau berhasil menyediakan pasokan listrik selama 24 jam kepada penduduk pulau yang sebelumnya hanya bergantung pada genset. Fakta ini membuktikan bahwa pengembangan teknologi surya bukan sekedar wacana, tetapi nyata untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Selain aspek teknologi, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah juga memainkan peran penting dalam keberhasilan pengembangan teknologi berbasis energi surya. Program PLTS Atap misalnya, belum berfungsi secara optimal karena terhambat oleh berbagai aturan dan minimnya insentif. Padahal, jika pemerintah memberikan subsidi dan kemudahan dalam akses perolehan kredit, maka masyarakat dan sector industri akan lebih tergerak untuk memasang panel surya. Institute for Essential Services Reform (IESR, 2023) menekankan bahwa dukungan regulasi dapat mempercepat pemanfaatan energi surya hingga mencapai 22 GW pada tahun 2030. Artinya, tanpa dukungan kebijakan yang kuat, kemajuan teknologi yang canggih sekalipun akan sulit untuk berkembang dengan maksimal.
Pentingnya pengembangan teknologi surya di Indonesia tidak dapat dipandang sebelah mata, terutama dalam menciptakan ketahanan energi sekaligus mengurangi emisi karbon. Pemerintah perlu memperluas program Pembangkit listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap yang telah mulai digagas sejak 2017, namun realisasinya masih di bawah target. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan perguruan tinggi perlu ditingkatkan agar inovasi teknologi surya dapat lebih cepat diterapkan. Dengan potensi yang mencapai ratusan gigawatt, Indonesia berpeluang menjadi salah satu pemimpin energi surya di Asia Tenggara. Oleh karena itu, energi surya harus segera diprioritaskan sebagai strategi utama dalam transisi energi nasional.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI