Jika Atom Saling Mencari, Kenapa Kita Tidak?
(Refleksi tentang jarak, keberanian, dan keinginan untuk dipahami)
Di balik rumitnya dunia fisika, ada sesuatu yang sangat sederhana: atom-atom itu saling mencari. Dalam diam mereka bergerak, dalam sunyi mereka tertarik satu sama lain. Hidrogen bertemu oksigen, membentuk air yang menghidupkan semesta. Karbon bersatu dengan oksigen, menyebar napas bagi manusia. Mereka tidak bertanya apakah ini akan menyakitkan, tidak ragu apakah ini akan gagal. Mereka hanya mengikuti hukum alam: mendekat, menyatu, dan menjadi sesuatu yang lebih utuh.
Lalu kita, manusia, makhluk yang katanya paling cerdas mengapa justru semakin menjauh? Mengapa kita sering memilih diam, menahan kata, menyembunyikan rindu, dan menunda keberanian? Padahal kita punya hati yang terus berdegup, punya pikiran yang terus bertanya, punya jiwa yang terus merindu.
Mungkin jawabannya sederhana sekaligus menyakitkan: karena tidak seperti atom, kita bisa terluka. Kita bisa kecewa. Kita pernah mencari dan tidak ditemukan. Kita pernah membuka pintu, hanya untuk ditinggalkan sendirian di ambang harap.
Dan luka itu, meski tidak terlihat, mengubah cara kita berjalan. Kita menjadi hati-hati, bahkan terlalu berhati-hati. Kita tidak lagi berani bertanya "apa kabar?" meski setiap malam berharap ada yang mengabari duluan. Kita tidak lagi menulis surat panjang, karena pernah satu huruf pun tak dibalas. Kita belajar untuk tidak berharap, padahal dalam hati masih sangat ingin.
Tapi bukankah itu paradoksnya? Kita semua ingin ditemukan, tetapi takut terlihat. Kita ingin dipeluk, tetapi takut terluka. Kita ingin jujur, tetapi memilih diam karena dunia terlalu terbiasa dengan basa-basi. Kita ingin mencari, tetapi lebih sering bersembunyi.
Jika hanya atom yang saling mencari karena ingin stabil, maka manusia pun seharusnya belajar dari mereka. Bahwa kita diciptakan bukan untuk sendiri, bukan untuk selamanya kuat, bukan untuk memendam segalanya sendirian. Kita butuh koneksi, butuh hadir dalam kehidupan orang lain, butuh seseorang yang berkata, "Aku melihatmu. Aku memahamimu. Aku di sini."
Mencari bukan kelemahan. Itu keberanian. Itu bukti bahwa kita hidup.
Ada masa dalam hidup ketika yang kita butuhkan bukan jawaban, tapi teman untuk bertanya bersama. Ada waktu ketika kita tidak ingin diselamatkan, hanya ingin ditemani. Kita tidak selalu mencari solusi, kita hanya ingin ada yang duduk di sebelah, diam, dan berkata, "Aku juga merasakannya."
Mungkin kita tak perlu menjadi sempurna untuk saling menemukan. Kita hanya perlu cukup terbuka untuk saling mengenal, cukup sabar untuk saling mendengar, cukup jujur untuk mengakui bahwa kita butuh satu sama lain.
Dan saat itu terjadi, barulah kita menyadari: kita tak jauh berbeda dari atom-atom yang saling mencari. Kita juga ingin bersenyawa---bukan dalam rumus kimia, tapi dalam rasa. Kita ingin bertemu seseorang yang membuat segalanya terasa masuk akal. Seseorang yang, ketika kita lelah menjadi kuat, berkata, "Istirahatlah. Aku di sini."
Jadi jika kamu bertanya, "Jika atom saling mencari, kenapa kita tidak?"
Jawabanku: kita sebenarnya sedang mencari. Hanya saja, kadang kita terlalu diam untuk terlihat, dan terlalu takut untuk mendekat.
Namun percayalah, selama hati kita masih merindu, kita tidak pernah benar-benar berhenti mencari. Kita hanya sedang menunggu waktu yang tepat untuk saling ditemukan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI