Mohon tunggu...
Nurul Azizah
Nurul Azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Mencapai Kesetaraan Gender dalam Perspektif Konstruksi Sosial

30 November 2021   19:42 Diperbarui: 4 Desember 2021   21:23 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering


Gender adalah pembedaan peran,  sifat, sifat, sikap, dan perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dan peran gender dibagi menjadi peran produktif, reproduktif dan sosial. Gender adalah pembedaan peran,  sifat, sifat, sikap, dan perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dan peran gender dibagi menjadi peran produktif, reproduktif dan sosial.Gender adalah pembedaan peran,  sifat, sifat, sikap, dan perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dan peran gender dibagi menjadi peran produktif, reproduktif dan sosial.Kesetaraan gender mengacu pada kondisi yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam pemenuhan hak dan kewajibannya.

Perdebatan gender baru-baru ini dipicu oleh perdebatan tentang perkembangan  perempuan pada pijakan yang setara dengan laki-laki. Sepanjang sejarah, telah terjadi ketimpangan perlakuan yang  menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki. Perjalanan peradaban manusia banyak didominasi oleh kaum laki-laki dalam urusan bermasyarakat. Jadi sejak awal sebenarnya sudah terjadi ketidaksetaraan gender yang menempatkan perempuan pada wilayah marginal. Peran-peran yang dimainkan perempuan hanya berputar di ranah domestik, seperti dalam kosa kata Jawa “dapur, sumur, kasur”, sementara kaum laki-laki menguasai peran-peran penting didalam masyarakat. Dari sanalah muncul yang disebut dengan ketidaksetaraan gender antara laki-laki dan perempuan.

Diskriminasi  gender masih terjadi  di semua wilayah di dunia. Ini adalah fakta meskipun ada kemajuan yang cukup pesat dalam kesetaraan gender dewasa ini. Sifat dan tingkat diskriminasi sangat bervariasi di berbagai negara atau wilayah.Ini benar hari ini, meskipun ada kemajuan signifikan dalam kesetaraan gender. Sifat dan tingkat diskriminasi sangat bervariasi dari satu negara ke negara lain. Tidak ada satu wilayah pun di negara dunia ketiga di mana perempuan telah menikmati kesetaraan dalam hak-hak hukum, sosial dan ekonomi. Kesenjangan gender dalam kesempatan dan kendali atas sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan partisipasi politik terjadi di mana-mana.

Perempuan dan anak perempuan menanggung beban paling berat akibat ketidaksetaraan yang terjadi, namun pada dasarnya ketidaksetaraan itu merugikan semua orang. Oleh sebab itu, kesetaraan gender merupakan persoalan pokok suatu tujuan pembangunan yang memiliki nilai tersendiri.

Ketidaksetaraan gender merupakan kenyataan yang  dihadapi perempuan hampir di seluruh belahan dunia, dari lembaga publik hingga swasta, dari urusan rumah tangga hingga masalah reproduksi. Di lembaga-lembaga publik, perempuan diasingkan. Sistem budaya patriarki yang menyampaikan pemahaman bahwa ruang publik (dunia politik dan kerja) adalah wilayah laki-laki.Hal ini biasa disebut sebagai alasan utama mengapa pekerjaan perempuan di depan umum umumnya lebih rendah daripada laki-laki. 

Dalam diskusi gender, gender dapat menentukan  pengalaman hidup yang berbeda dan akses ke pendidikan, pekerjaan, alat dan sumber daya yang dibutuhkan untuk industri dan keterampilan. Gender dapat menentukan kesehatan, harapan hidup, dan kebebasan bergerak. Gender  menentukan seksualitas, hubungan, dan kemampuan untuk membuat keputusan dan bertindak secara mandiri. Gender mungkin merupakan satu-satunya dan faktor terpenting dalam membentuk kita  nantinya.

Proses konstruksi bukan hanya didasarkan kepada nilai budaya, tetapi lebih dipahami sebagai konstruksi pemahaman agama, bahwa imam (pemimpin) adalah laki-laki dan perempuan adalah makmum (partner). Budaya yang dikatakan oleh hearty menjadi pengikat bagi perempuan berada dalam ruang domestik, bukan hanya alasan satu-satunya yang mengikat. Realitas sosial yang dibentuk dengan pemahaman agama dengan mengedepankan pemimpin laki-laki menjadi model lain dari pembentuk pemahaman perempuan masih berpandangan yang dikaitkan dengan domestik.

Konstruksi realitas sosial perempuan tentang gender dalam membentuk pemahaman gender menjadi hal mendasar bagi proses pendidikan dan penanaman nilai kepada anak. Perempuan ketika berbicara persamaan gender, harus dilandasi pemahaman gender, karena pendidikan bukan hanya mengenai benar atau salah, boleh atau tidak, tetapi bagaimana makna yang diambil oleh anak, dan akan menjadi bagian penting bagi proses berfikir anak (terutama terkait gender). perempuan yang menjadi pendidik bagi anak di keluarga, tetap menanamkan nilai kodrati. 

Ketika perempuan masuk dalam ranah publik (rumah tangga) perempuan kembali menjadi pendamping, menjadi pendidik bagi anak, atau dalam pemikiran narasumber sebagai manajer (second layer). Pada akhirnya, perempuan bekerja dalam ranah kebijakan (publik) tidak akan pernah mampu berfikir secara umum. Ketika perempuan bekerja dalam ranah publik, akanmemiliki kecenderungan bekerja dalam dunia yang masih berhubungan dengan ruang sifat yang dilekatkan kepada perempuan, seperti sebagai pendidik, partner (pendamping). Selain itu, ketika perempuan bekerja dalam ranah pemerintahan tidak memiliki kecenderungan hanya bekerja sebagai pemimpin dalam bidang pelaksana kebijakan, karena penanaman nilai yang ditanamkan adalah perempuan sebagai partner, manajer atau pendamping.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun