Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surauku Tak Lagi Goyah

18 Agustus 2021   20:53 Diperbarui: 18 Agustus 2021   20:59 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : suaramuahammadiyah.id

Sholat Ashar berjamaah baru saja selesai, Yekti memandangi punggung suaminya berzikir duduk bersila di  pengimaman.  Dan anak-anak yang menjadi makmum sudah berhamburan keluar mushola bermain di halaman Surau yang cukup luas. Anak-anak itu  menunggu suaminya selesai wiridan untuk belajar mengaji.  

Ada yang baru belajar huruf hijaiyah, dan ada yang sudah mulai belajar iqro. Dan jika sudah fasih membaca alquran dan mampu biaya akan dilanjutkan mondok di pesantren di kota lain.

Sudah lebih dari 30 tahun Surau yang didirikan kakek Yekti menjadi tempat anak-anak desa Maitan dan sekitar bahkan hingga desa larangan di lereng pegunungan kendeng yang ingin mengaji.

Meskipun hanya belajar membaca huruf hijaiyah dan juz amma.  Pernah suatu waktu dirinya bertanya mengapa tidak mendirikan pesantren atau sekolah saja. dan jawab kakek Yekti yang saat itu masih hidup, hanya memandang dan mengelus rambutnya. Dan isyarat sang ayah dengan menggelengkapalnya, sudah cukup untuk dijadikan jawaban.

Masih ingat betul  saat dirinya masih kecil, dari bimbingan orang tuanya yang mengajarinya di mushola ini. Dan ketika sudah lancar membaca alquran dirinya di antar orang tuanya naik sepeda ke Kajen, Margoyoso untuk dipondokkan.  

Tidak ada tangis, hanya sungkem dari seorang anak yang memperdalam ilmu agama. Kata ayahnya saat itu yang mengantarkannya dengan keringat yang membasahi bajunya, masih terngiang saja.

"Nduk, kamu anak perempuan satu-satunya dan ragil. Bapakmu menginginkan kamu mempunyai  sikap dan perilaku yang mulia." Kata Bapak sambil mengusap kepalaku. Hanya itu.  

Bapak pun pergi menuntun sepedanya sampai di ujung halaman pondok, dan ketika sudah sampai di jalan dinaikinya. Dirinya hanya memandang punggung Bapaknya yang ia bayangkan akan melewati sawah dan hutan nanti tengah malam akan sampai di desa Maitan di pegunungan kendeng selatan. Ingin ia teriak memanggil bapaknya untuk menemani. Karena ia masih ingin selalu dekat dengan orang tuanya. 

Tidak terasa air mata menetes di pipinya, namun tiba-tiba ada tangan yang mengelus pundaknya dengan halus. Dirinya kaget, namun orang itu ternyata lebih lembut tangannya dan memeluk dirinya seolah sudah sangat lama kenal.

Yekti hanya tersenyum ketika melihat peristiwa ketika pertama kali dirinya mondok di pesantren. Kemudian yang dia ingat adalah waktu sangat cepat dan dirinya sudah hafal alquran 30 juz.  

Yang ia ingat enam musim jagung ia berada di pondokan Kajen itu, karena setiap musim panen padi dan yang terakhir Jagung akan dikirimkan ke pondokannya. Setiap tahun, yang berarti setahun tiga kali pula ayahnya ke pondokan membawa beras ataupun jagung dibocengkan di sepedanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun