Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi Ngubengi Pasar untuk Temanten Baru di Gabus, Mitoskah

3 September 2019   11:03 Diperbarui: 3 September 2019   11:10 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasar Gabus di waktu malam (Dokpri)

                                    

Manten...Manten... Manten... . orang-orang di sekitar pasar Gabus meneriakkan kata itu dengan tertawa dengan  bergurau bahkan tidak sedikit yang melontarkan kata "Ayo ndang cepet duwe anak..."  (Ayo, cepat punya anak) kepada iring-iringan pengantin.  Suatu sapaan bagi sang pengantin karena telah ngubengi (memutari) pasar. 

Sapaan itu akan terus bergulir dari setiap orang yang ada di luar pasar. Bermacam-macam gunem (omongan yang akan diterima) yang sebenarnya sapaan itu menandakan keakraban dan ucapan selamat datang bagi calon mempelai dikehidupan baru yang penuh dengan omongan, rasan-rasan, Gunem, dll.

Pasar Gabus terletak di desa Gabus kecamatan Gabus Kabupaten Pati Jawa Tengah, sepuluh Kilometer arah selatan kalau ditempuh menggunakan kendaraan mesin waktu yang dibutuhkan kurang lebih dua puluh menit. 

Pasar itu masih bersifat tradisional, penjual dan pembeli masih berasal dari daerah sekitar Gabus, Tambakromo, Kayen, Winong, dan sedikit dari Pati. Karena kebetulan Dodo(penulis)  hehehehe berumah di belakang pasar jadi sedikit banyak tahu tentang kesehariannya. 

Pasaran -hari ramai untuk para penjual dan pembeli bertemu menggunakan hitungan hari Jawa- pasar Gabus hari Wage dan Pahing di sini pasar akan lebih ramai dari pada  hari biasanya, jadi bisa dipastikan kalau temanten pas hari pasaran akan lebih seru mendapat teriakan dari para pengunjung. 

Kadang ada yang menyingkiri hari pasaran itu jika ingin mengitari pasar Gabus, kalau terpaksa akan dipilih waktu siang  atau sore hari karena jam seperti itu pengunjung pasar sudah sepi. 

Baik penjual maupun pembeli sudah pergi tinggal pekerja yang menaikturunkan barang dari pasar ke mobil. Sehingga teriakan yang memerahkan muka mereka sedikit akan diterima paling-palling teriakan dari anak kecil atau yang sedang berada di pinggir jalan pasar.

Saya sendiri agak heran pertama kali melihat temanten harus mengelilingi pasar paling tidak sekali putaran,  dan ternyata Dodo juga mengalaminya (tertawa ahhhh...duluuuuu banget) apakah hanya sekedar adat yang diturunkan sampai sekarang ataukah "ada hal" yang membuat warga sekitar Gabus setia untuk mempertahankan budaya ini. 

Setelah mencoba ngobrol di sana sana dari satu warung kopi ke warung kopi lainnya di Gabus kebanyakan mereka memilih untuk menerangkan dari sisi mistis. 

Kalau di pasar itu dimakamkan Nyi serambi tokoh yang dianggap sebagai pendiri Desa Gabus meskipun hanya sekedar istri dari Ki GonggoMino. 

Sang pendiri paling tidak yang dianggap Pepunden orang yang dihormati karena keberadannya sebagai cikal bakal Desa ini. Keberadaan Nyi Serambi dengan pasar ini sangat erat sebagi pengatur ekonomi dari sang suami yang juga mengatur keberadaan pasar Gabus.

Nyi Serambi yang jasadnya di makamkan agak ke utara di dalam pasar gabus adalah seorang yang sangat cantik kata-kata penduduk sekitar yang pernah di temui. 

Meskipun ujud Nyi Serambi suda tua tetapi sisa-sisa kecantikan masa muda sangat jelas terlihat. Kulit putih rambut terurai tinggi semampai selalu mengenakan pakaian tradisional Jawa. 

Demikian penuturan orang orang yang Dodo temui tiap tanya sosoknya. Kecantikan yang selalu terawat itu menurut penuturan, Nyi Serambi adalah seorang Dukun Rias temanten.

Jadi beliau sangat menyukai kecantikan ataupun aura kebahagiaan yang ada pada temanten. Sehingga kalau temanten yang cantik dan gagah diarak mengelilingi pasar kemudian Nyi Serambi menyukainya maka akan mendapat kelanggengan dalam pernikahannya. 

Namun apakah jika tidak melakukan tradisi ngubengi pasar maka temanten akan gagal dalam mengarungi bahtera hidup? Kita kembalikan saja bagi yang sudah mengalaminya yaitu pasangan yang  nikah di wilayah Gabus.

Ini hanya tradisi warga sekitar Gabus yang masih terpelihara sampai sekarang jika ada pandangan lain kita kembalikan lagi pada Tuhan dan kepercayaan masing masing. Ataukah ada maksud lain dari sisi budaya "ngubengi" pasar?

(Pati, 3 September 2019)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun