Rihlah. Itulah tajuk kegiatan yang diadakan oleh Pimpinan Ranting 'Aisyiyah (PRA)Perumahan Muara Sarana Indah (MSI) Kabupaten Malang tanggal 9 Agustus 2025 lalu. Rihlah bisa dimaknai perjalanan, dan lebih tepatnya perjalanan dalam rangka mencari ilmu.
PRA MSI mengadakan rihlah ke Lamongan dengan tujuan  memperluas wawasan anggotanya tentang alam dan keagamaan serta mempererat silaturahmi antar anggota. Belajar dari alam dan merenungi kebesaran Illahi melalui alam ciptaan-Nya dilalui melalui kunjungan ke Pantai Putri Klayar yang sudah saya tulis di Kompasiana. Wisata religi, tepatnya kunjungan ke Masjid Namira dilakukan setelah wisata alam selesai. Kami tiba di masjid tersebut beberapa saat sebelum maghrib.Bersih, asri, cekli, dan jamaah friendly. Itulah kesan yang muncul di benak saya ketika pertama kali melihat masjid yang sangat popular itu.  Masjid tersebut tidak terlalu luas. Ruang jamaah pria dan wanita tidak terpisah, hanya dibatasi sekat yang bisa dipindah-pindah sewaktu-waktu. Lantainya sangat bersih. Begitu kaki menginjaknya, kaki terasa keset, sebuah rasa yang khas bila kulit kita bergesekan dengan benda bersih. Karpet dan kaca-kaca terkesan sangat bersih. Di dalam masjid tidak tersedia almari penyimpan mukena layaknya di masjid lain. Hal ini membuat area shalat terasa sangat lapang.
Keasrian semakin tampak di samping masjid. Taman asri membentang di samping masjid. Meski tidak terlalu luas, tapi taman tersebut sangat terawat. Ada kolam dengan air jernih dengan ikan warna warni di tengah-tengah tanaman perdu yang rendah. Air mancur di dinding taman melengkapi keasriannya.
Toilet yang terletak di dekat taman tersebut terkesan sangat terjaga kebersihannya. Kamar mandi, wastafel dan kaca rias, dan tempat wudhu dengan jumlah sangat cukup memudahkan jamaah. Kebersihan di toilet yang ditunjang dengan air yang lancar menjadikan segala sesuatunya terasa nyaman. Sangat memudahkan.
Kepedulian pengelola masjid terhadap kebutuhan jamaah juga terlihat dari tersedianya mukena dan sarung yang bisa dipinjam secara gratis. Karena saat itu mukena saya ada di mobil yang diparkir agak jauh, maka saya memanfaatkan fasilitas pinjam. Petugas dengan sigap menyerahkan mukena yang terlipat rapi tanpa meminta jaminan apapun. Sebagai jamaah yang musafir, saya merasa sangat terbantu dengan fasilitas ini.
Kepedulian kepada lansia adalah poin plus lain yang saya jumpai di masjid ini. Duduk taysahud, yaitu duduk dengan melipat lutut ke belakang bukan hal mudah bagi sebagian lansia. Pengelola masjid paham akan hal itu, maka disediakanlah kursi lipat yang bisa dipakai lansia untuk shalat dengan tanpa harus menekuk kaki. Dengan tersedianya kursi semacam ini, lansia bisa semangat datang ke masjid untuk shalat berjamaah.
Ketika saya sedang mengamati berbagai sudut masjid tersebut, adzan maghrib berkumandang. Bergegas saya mengambil air wudhu di tempat wudhu yang sangat terawat dengan air mengalir deras seperti yang saya deskripsikan di awal. Shalat maghrib saya tunaikan secara berjamaah, dan di samping saya ada beberapa ibu lansia yang shalat dengan duduk di kursi yang disediakan pengelola masjid.
Bagi saya, singgah dan shalat di Masjid Namira meninggalkan kesan mendalam. Kerapian, kebersihan, dan kepedulian pengelola terhadap musafir dan lansia sangat menenangkan. Menjaga kebersihan dan kerapian serta peduli dengan sesama bukan sebatas pengetahuan, tetapi sudah menjadi budaya di masjid ini. Safar ke Lamongan benar-benar menjadi rihlah, yaitu perjalanan dalam rangka mencari ilmu. Ilmu sangat banyak saya dapat dari Masjid Namira, terutama bagaimana menjaga kebersihan dan kerapian serta bagaimana memuliakan tamu. Sungguh, Islamic behaviors tercermin sangat jelas di masjid ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI