Mohon tunggu...
Nurul Chojimah
Nurul Chojimah Mohon Tunggu... Dosen Pascasarjana UIN Sayyid Ali Rahmatullah (SATU) Tulungagung

Hobi: membaca, meneliti, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Trip

Refund yang Anti Ribet

22 Maret 2025   22:17 Diperbarui: 22 Maret 2025   22:17 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana ketika sampai di stasiun terakhir. Sebagian besar penumpang sudah turun (Dokumen Pribadi)

Minimal ada dua hal yang serta merta muncul di benak ketika mendengar istilah refund, yaitu ribetnya prosedur dan masa tunggu pencairan yang cukup lama. Alhamdulillah, kedua hal tersebut tidak terjadi pada PT KAI. Di saat perusahaan besar lain cenderung mencari cara untuk ngeles untuk memberikan kompensasi atas layanan yang kurang maksimal, PT KAI berani tampil beda. Pengalaman saya saat menaiki kereta Malioboro Ekspres dari Tulungagung ke Malang tanggal 20 Maret 2025 menjadi bukti bahwa PT KAI anti mainstream.

Dari Tulungagung sampai sekitar Wlingi semuanya baik-baik saja. Gerbong kereta sangat terang karena penerangan lampu yang cukup, udara sejuk karena AC berfungsi dengan baik, TV set menyala dengan baik meski sepertinya tidak banyak penumpang yang memerhatikannya. Singkat kata, semua fasilitas bisa dinikmati penumpang dengan maksimal. Sesampai daerah setelah Wlingi, tiba-tiba lampu padam dan AC mati. Suasana sedikit gaduh tapi tidak lama. Setelah itu penumpang kembali asyik dengan kesibukan masing-masing; sebagian besar ber-HP ria, dan sebagian yang lain tertidur di kursi masing-masing.

Selang beberapa lama, datanglah seorang petugas KAI yang menjelaskan bahwa padamnya listrik karena matinya genset, dan dia minta maaf karenaya. Kami, penumpang tidak ada yang protes. Selang beberapa saat, datanglah Kondektur yang dengan suara lantang meminta maaf atas padamnya listrik hingga lampu dan AC mati.  "Mohon maaf, Ibu dan Bapak harus menyelesaikan perjalanan tanpa lampu dan AC. Sebagai kompensasi dari ketidaknyamanan ini, Bapak Ibu akan mendapat pengembalian 30% dari harga tiket" . Kurang lebih itulah yang disampaikan sang kondektur. Beberapa penumpang, termasuk saya mengucapkan terimakasih.

Sesampainya di stasiun Kota Malang, dengan sedikit ragu saya menuju loket untuk mencairkan kompensasi. Ragu, karena saya belum sepenuhnya percaya bahwa kompensasi yang dijanjikan adalah benar mengingat ini bukan hal yang lazim saya jumpai. Ragu, karena saya membayangkan prosedur yang berbelit dan ribet seperti yang selama ini saya alami bila harus refund. Sesampai di loket, ternyata apa yang saya ragukan tidak terbukti. Tidak ada drama dalam refund kali ini. Penumpang cukup menunjukkan tiket, KTP, dan nomor rekening untuk bisa mencairkan uang kompensasi. Dijanjikan bahwa uang kompensasi akan masuk ke rekening dalam waktu 1x 24 jam. Dan memang benar, dalam waktu 1x24 jam, uang kompensasi sebesar Rp 34.000 masuk ke rekening saya.

Sebagian penumpang antri di depan loket untuk pencairan kompensasi (Dokumen Pribadi)
Sebagian penumpang antri di depan loket untuk pencairan kompensasi (Dokumen Pribadi)

Naik transportasi umum dengan pelayanan tidak maksimal sudah sangat sering saya alami. AC yang tidak berfungsi, jadwal yang molor dan sikap crew yang kurang bersahabat adalah sedikit contoh dari ketidaknyamanan yang sering saya jumpai ketika di kendaraan umum. Ketidaknyamanan itu biasanya berujung dengan protes penumpang dan akhirnya wakil dari perusahaan minta maaf. Sepotong kue seharga Rp5000-Rp10000 adalah kelaziman lain dari bentuk pertanggung jawaban perusahaan atas ketidaksempurnaan layanan. Bentuk kompensasi untuk layanan yang kurang prima yang tidak berdampak fatal dalam bentuk refund baru saya jumpai kali ini.

Bukti penerimaan kompensai 30% dari harga tiket (Dokumen Pribadi)
Bukti penerimaan kompensai 30% dari harga tiket (Dokumen Pribadi)

Oleh karena itu, sikap kondektur dan bentuk kompensasinya saya anggap sebagai sesuatu yang anti mainstream. Apalagi, padamnya listrik tidak menimbulkan 'kesengsaraan' tingkat dewa bagi penumpang. Mengapa? Dari sisi jarak, jarak antara lokasi padamnya listrik dengan stasiun terakhir sangat dekat, tidak sampai 50 km. Padamnya lampu tidak terlalu mengganggu penerangan kereta karena saat itu sinar matahari masih bisa menerobos masuk hingga meski tanpa listrik sehingga suasana di gerbong tetap terang benderang. Ketiadaan AC juga tidak terlalu mengganggu karena cuaca cukup sejuk. PT KAI tidak menggunakan ketiga kondisi tersebut sebagai alasan untuk ngeles dan tidak menjadikannya sebagai pembenar untuk tidak berbuat apa-apa terhadap penumpang. Menghindar dari ngeles, meminta maaf dan memberi kompensasi meski kondisi memungkinakannya dilakukan hanya mereka yang benar-benar amanah dan menganggap trust dari pihak lain adalah asset yang harus dijaga.

Pada akhirnya saya meninggalkan loket dengan hati adem. Bukan jumlah uang Rp 34.000 yang bikin hati saya adem, melainkan sikap mereka yang amanah, menjunjung tinggi trust, dan professional yang ditunjukkan melalui permohonan maaf dan refund tanpa drama yang bikin hati saya adem. Bagi saya, ini adalah kejutan manis di 10 hari terakhir Ramadhan. Semoga PT KAI bisa istiqomah dengan profesionalismenya dan semoga ke depan akan ada kehutan-kejutan manis lainnya. Terima kasih.

Malang, 22 Maret 2025/22 Ramadhan 1446H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun