Mohon tunggu...
Nur Tjahjadi
Nur Tjahjadi Mohon Tunggu... profesional -

Bebas Berekspresi, Kebebasan Akademik, Bebas yang bertanggung jawab...

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Dari Penjual Es Menjadi "Developer"

3 Januari 2010   23:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:39 976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

[caption id="attachment_47846" align="alignleft" width="263" caption="Ilustrasi-admin (shutterstock)"][/caption] Pada Workshop Penulisan Kreatif Kemarin, Moderator bertanya kepada saya, siapa yang telah menginspirasi saya untuk menulis.  Padahal sang moderator juga seorang penulis.  Dan, jumlah buku yang ditulisnya sudah 27 buah. Saya jawab : Yang menginspirasi dan memotivasi saya untuk menulis adalah diri saya sendiri.  Karena saya dulu hidup sangat prihatin.  Sebelas bersaudara, ditinggal ayah sejak saya masih kelas 6 SD, maka cita2 saya waktu itu adalah bagaimana mencari uang untuk sekolah. Kebetulan ibu saya membuat es mambo untuk dijual.  Ada orang yang menjualkan es ibu saya.  Penjual es mengambil Rp 4 dan dijualnya Rp 5.  Jadi dari satu es mereka dapat  keuntungan serupiah.  Daripada orang lain yang jual mengapa tidak saya saja yang jual. Maka jadilah saya penjual es.  Sehari saya dapat menjual 200 buah es.  Maka saya dapat untung Rp 200,- per hari.  Uang sekolah saya per bulan waktu itu hanya Rp 180,- saja.  Jadi keuntungan jual es itu cukup lumayan. Kalau saya sekolah pagi, saya jual es pada siang harinya.  Sedang kalau saya sekolah siang saya jual es pada pagi hari.  Ketika SMP, sekolah saya agak jauh dan harus jalan kaki.  Di tengah jalan kadang saya dapat "hinaan". Tukang es.... Tukang es....  Tukang es sekolah.   Anak2 iseng meledek saya.  Saya cuek saja.  Toh saya tidak minta makan sama mereka.  Saya tidak mencuri, buat apa saya malu,  Teman2 saya tidak ada yang tahu kalau saya juga tukang es.  Sehingga mereka bingung, anak2 iseng itu meledek siapa.  Saya diam saja. Tapi dalam hati saya punya dorongan semangat untuk maju.  Saya belajar dan belajar lebih keras lagi.  Sampai akhirnya saya sudah masuk SMA.  Saya mulai mengirim tulisan ke majalah anak.  Berkali2 saya kirim. tidak ada yang dimuat satupun.  Saya pasrah, mungkin saya tidak berbakat menulis. Tapi saya coba lagi ikut lomba menulis cerpen di SMA 9 Bulungan Jakarta.  Di SMA ada MAJALAH IDEA, dari siswa untuk siswa.  Tapi majalah itu hidupnya sekarat.  Karena tidak ada yang mau menulis.  Mungkin tidak ada waktu untuk menulis.  Dari Lomba itulah semangat saya untuk menulis naik lagi. Ketika saya melamar untuk masuk IPB, tak lupa saya lampirkan piagam lomba menulis itu.  Saya diterima di IPB tanpa tes.  Padahal saya kepingin sekali masuk arsitek UI atau ITB.  Tapi daripada nanti malah tidak diterima, saya ikuti saja kuliah di IPB. Sambil kuliah saya juga mulai kirim2 tulisan ke surat kabar. Ada yang dimuat juga.  Dan dapat honor yang cukup lumayan.  Kalau menulis di Suara Karya dapat honorarium tulisan sebesar Rp 40.000,-  Lumayan, karena uang kuliah saat itu cuma Rp 12.000 per semester.   Kalau di Kompas dapatnya lebih gede lagi, Rp 75.000,-  Tapi susahnya minta ampun untuk dimuat.  Maka saya rutinkan saja menulis di Suara Karya, khususnya di kolom  "Mimbar Pertanian". Sambil kuliah, sambil menulis, dan sambil kerja menjadi asisten dosen.  Padahal nilai saya nggak bagus2 amat.  Itulah yang membuat saya jadi kreatif.  Kesulitan hidup dan keprihatinan membuat seorang untuk bertindak kreatif.  Bertindak yang tidak lazim dilakukan oleh orang lain. Setelah lulus, saya sempat jadi guru matematika di SMA 32 Jakarta.  Kemudian saya juga cari pengalaman kerja di perkebunan kelapa hibrida dan akhirnya menjadi dosen.  Sambil jadi dosen saya juga menulis beberapa buku.  Buku saya yang terakhir saya tulis tahun 1990.  Setelah itu saya belum sempat lagi menulis buku.  Karena ada yang lebih enak daripada menulis buku. Menulis buku selain honornya kecil, juga menyita banyak waktu dan tenaga.  Tetapi dari lima buku yang saya tulis sudah dapat satu rumah sederhana dengan luas tanah 225 dan luas bangunan 70 m2. Tahun 1991 saya pergi ke Inggris, dapat beasiswa dari British Council.  Tahun 1992 lulus MSc dari Bristol Univ, saya terus masuk program doktor di Univ of Wales.  Semua itu saya dapat karena ketrampilan menulis dan berkah serta rahmat dari Tuhan. Tahun 1996, saya selesai s3 dan pulang kembali ke UNSRI Palembang.  Karena karir saya tidak begitu mulus, saya mulai buka usaha buat2 rumah dan saya jual lagi.  Jadilah saya "developer" kecil2an.  Paling2 saya bangun 4-5 rumah sekali bangun.  Setelah habis terjual saya beli lagi tanah, 1000 meter persegi saya bagi lima saya bangun rumah lagi, saya jual lagi.  Begitu seterusnya...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun