Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lakukan 6 Perkara Ini Sebelum Bencana Datang

7 Agustus 2019   06:52 Diperbarui: 7 Agustus 2019   08:31 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi : aceh.tribunnews.com

Sebuah  rumah dibangun untuk tempat bernaung, istirahat, tidur dan bersenang-senang. Namun tak jarang juga malaikat menjadikannya sebagai tempat mecabut nyawa penghuninya dengan cara tak wajar dan tiba-tiba. Misalnya terdampak  kebakaran, gempa bumi, banjir, tanah longsor dan lain sebagainya.

Ironisnya, secanggih apapun teknologi dikuasai manusia, tidak seorangpun bisa  memprediksi kapan bencana itu akan datang. Tiada pula yang mampu mencegahnya. Karena semuanya itu kehendak Allah Yang Maha Kuasa.

Manusia hanya bisa waspada untuk menghindari segala kemungkinan terburuk, apabila peristiwa menakutkan itu terjadi. Sebagai antisipasi untuk meminimalisir risiko.  Bukan meniadakan risiko. 

Kewaspadaan  dapat berwujud  fisik dan non fisik. Salah satunya, pemerintah membangun shelter di daerah rawan tsunami (fisik) dan menyosialisasikan pendidikan mitigasi (non fisik).  Walaupun di Indonesia upaya ini sangat jauh daripada cukup.

Tetapi, berdasarkan pengalaman usaha dan kesiapan pribadi jauh lebih ampuh, murah dan mudah dilaksanakan, dibandingkan upaya yang bersifat kolektif. Sayangnya sering diabaikan.

Berikut saya bagikan 6 tips bersiaga menghadapi bencana. Khususnya jika sedang berada di dalam rumah siang atau malam hari.

1. Siapkan  senter, taruh di tempat yang biasa dan mudah dijangkau.

Tatkala gempa berskala 7,1 meluluh lantakkan Kerinci tanggal 07 Oktober  1995, saya dan keluarga sedang terlelap. Peristiwa naas tersebut berlangsung tengah malam kira-kira pukul 00. 30 (persisnya lupa).

Puas terpental ke sana kemari di tempat tidur, saya baru ingat bahwa ketika itu sedang terjadi gempa bumi. Kebetulan malam itu saya tidur di kamar si bungsu 10 tahun. Kakaknya nginap di tempat kosnya Kota Sungai Penuh.

Setelah puncak gempa berlalu, tubuh saya lemas tak bisa apa-apa. Listrik padam suasana gelap pekat. Saya minta  sibungsu ngambil minum di belakang. Untungnya dia tahu alamat cerek air. 

Setelah menenggak beberapa teguk air, saya baru menyadari  bahwa menyuruh anak mengambil minum tadi adalah tindakan sia-sia. Padahal, begitu dia sampai kembali di kamar ada gempa susulan, lemari di depan kamar ambruk. Berbulan-bulan saya trauma membayangkan anak saya remuk ditindih  lemari.

Kemudian kami meraba-raba ke luar rumah. Anehnya, bapaknya tak beranjak dari dalam selimut, kaku seperti batu.  Dia menyusul setelah diteriaki berkali-kali. Sementara gempa-gempa kecil susul menyusul.

Setelah itu sampai sekarang, malam-malam keluarga saya tak pernah jauh dari senter, meskipun sudah ada Handphone sebagai piranti pengganti. 

2. Biarkan kunci terpasang di pintu

Mengunci pintu sebelum beranjak tidur malam adalah salah suatu rutinitas setiap keluarga. Kemudian kuncinya dicabut. Sering pula lupa nyimpannya di mana. 

Ketika dalam kondisi darurat terjebak api atau diguncang gempa,  dicari-cari entah dimana. Akhirnya penghuni rumah terkepung tak tentu arah.

Untuk menghindari persoalan tersebut, biarkan kunci tercolok di pintu. Kapan kondisi mendesak tinggal mutar  terus keluar.

Mengunci pintu kamar ketika tidur malam juga berisiko. Adakalanya setelah gempa, pintu tak bisa lagi dibuka. Anak-anak terperangkap di dalam kamar.

3. Tinggalkan kebiasaan mengunci anggota keluarga.

Pernahkah Anda tinggal di rumah pada malam hari dengan pintu terkunci? Kuncinya dibawa pergi oleh suami atau anak. Alasannya, malas dibangunkan. Kalau mereka pulang, buka pintu sendiri,  masuk sendiri.

Kalau tak salah ingat tahun 1981 kasus begini memakan korban dua nyawa sekaligus. Malam itu, sepasang suami isteri pergi nonton film di bioskop. 

Bapak mertua (ayahanda suami) dan satu anaknya 8 tahun dikunci di dalam rumah. Tiba-tiba terjadi kebakaran. Sekejap, rumah-rumah di kawasan padat penduduk itu hangus. Termasuk kakek dan cucu tadi.

Berkaca dari insiden tersebut, ada baiknya hentikan kebiasaan begini. Kecuali yang didalam juga pegang kunci. Penyimpanannya pun harus jelas dan mudah dijangkau.

4. Semua pintu dan jendela tak perlu pakai teralis

Entah karena kebanyakan harta atau takut dibunuh penjahat, zaman sekarang banyak masyarakat memasang besi pengaman pada pintu dan jendela.

Untuk berjaga-jaga, ada baiknya tidak semuanya ditutupi jeruji. Sisakan satu sebagai pintu darurat. Minimal sebuah jendela teralisnya sistem buka tutup.

5. Simpan  kunci motor atau mobil pada tempat yang lazim dan mudah dijangkau. 

Kehilangan kunci dalam rumah merupakan melodi penghibur menambah selera makan. Terlebih dalam keluarga saya yang suami isteri bersahabat dengan pikun.  Entah itu kunci motor, kunci mobil, maupun kunci rumah. Bayangkan kalau kasus tersebut terjadi pada saat darurat.

Untuk bersiaga, taruhlah kunci-kunci tersebut pada tempat yang lazim dan mudah disambar. Kapan keadaan genting,  kendaraan berpeluang bisa diselamatkan.

6. Isi bak air sampai penuh

Dua tahun yang lalu, sebuah rumah nyaris hangus. Lokasinya di suatu  kompleks padat penduduk.  Ketika itu bak air pemilik rumah dalam keadaan kosong.

Untung tetangga sebelah punya banyak persediaan air. Bahu-membahu masyarakt sekitar mengangkutnya pakai ember, terus menyiramkannya ke titik api. Akhirnya api dapat dijinakkan.  Oleh sebab itu, biasakan mengisi bak air sampai penuh siang atau malam dan dalam situasi apapun.

Demikian tips bersiaga menghadapi bencana ala keluarga saya, sebelum malaikat pencabut nyawa datang. Kalau ada kiat lain, silakan ditambah pada kolom komentar. Salam dari Pinggir Danau Kerinci.

****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun