Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Konsultan Partikelir

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Larangan Mudik Tanpa Fatwa MUI, Efektifkah?

27 April 2020   04:48 Diperbarui: 28 April 2020   06:51 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mudik | Galih Pradipta/Kompas.com

Setengah pekan sudah larangan mudik diberlakukan pemerintahan Jokowi terhitung per Jumat, 24 April 2020, demi menangkal penyebaran virus Corona ke daerah-daerah tujuan mudik di pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya di Indonesia.

Lantas sudah efektifkah pemberlakuan larangan tersebut? Tentu jawaban akhirnya baru dapat diketahui selepas evaluasi keseluruhan peraturan tersebut pada akhir Mei 2020 ketika masa pelarangan itu berakhir.

Namun, kendati terhitung masih sangat dini, beberapa pihak sudah menyoal pelarangan mudik yang dinilai tidak efektif untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19.

Selain dinilai sudah terlambat karena sebelumnya terjadi tarik ulur berkepanjangan di kalangan internal pemerintahan sendiri ditambah dengan kontroversi redefinisi "mudik" dan "pulang kampung" yang berimbas pada kegalauan implementasi di lapangan, juga karena banyak terjadi "kebocoran" dalam penyekatan perbatasan wilayah. 

Antara lain dengan viralnya berbagai kisah para pemudik yang berhasil "lolos" dan mengecoh petugas kepolisian baik dengan melalui jalan tikus maupun mengakali peralihan sistem shift aparat yang melakukan penjagaan wilayah.

Lantas, seandainya dikeluarkan fatwa haram mudik dari MUI, apakah larangan mudik akan menjadi lebih efektif?

Yang menarik, sekadar kilas balik, adalah sebelumnya pihak pemerintah, terutama melalui Wakil Presiden KH. Ma'ruf Amin (yang juga mantan ketua MUI dan pemimpin ormas NU), gencar mendesak Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengeluarkan fatwa haram mudik.

Hal itu berawal dari diskusi Kyai Ma'ruf dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) tentang kekhawatiran RK perihal masifnya gelombang pemudik dari daerah episentrum COVID-19 seperti Jakarta yang menuju Jawa Barat.

Sangat wajar jika Kyai Ma'ruf terpikir mengusulkan adanya penerbitan fatwa tersebut. Gen kyai dalam dirinya sebagai cucu sang ulama besar Syaikh Nawawi Al-Bantani tentu berperan memformat pola pikirnya untuk menghasilkan lompatan ide tersebut. Terlebih lagi Kyai Ma'ruf cukup lama aktif di MUI sebagai pengurus teras maupun ketua umum.

Yang lebih menarik lagi adalah tanggapan Ketua Komisi Fatwa MUI Prof. Dr. Hasanuddin Abdul Fattah, sebagaimana dilansir oleh CNN Indonesia pada Selasa, 7 April 2020, yang mengesampingkan usulan mantan koleganya tersebut dengan alasan fatwa itu tidak diperlukan.

"Kami malah memandang itu enggak perlu fatwa kalau masalah mudik itu," ujar Profesor Hasanuddin AF.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun