Mohon tunggu...
Nurrahman Fadholi
Nurrahman Fadholi Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa, pengajar, penulis

Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Terbuka Yogyakarta dan pengajar Bahasa Inggris

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ki Hadjar Dewantara: Menimba Ilmu dalam Pengasingan

2 Mei 2023   19:01 Diperbarui: 2 Mei 2023   19:04 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ki Hadjar Dewantara (sumber foto: telisik.id)

Pada tahun 1913, Ki Hadjar Dewantara yang kala itu berusia 24 tahun diasingkan ke Belanda bersama dua rekannya, Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Penyebab mereka bertiga diasingkan karena tulisan Soewardi (nama Ki Hadjar sewaktu muda) yang menyindir pemerintahan Hindia Belanda terkait perayaan kemerdekaan negara Belanda di Hindia Belanda (nama Indonesia kala itu). Tulisan tersebut berjudul "Als ik een Nederlander was" (Seandainya aku seorang Belanda). Tulisan tersebut dimuat dalam surat kabar De Expres yang dipimpin oleh Douwes Dekker pada 13 Juli 1913.

Tulisan yang mengkritik pedas pemerintahan Hindia Belanda kala itu membuat ia harus diasingkan ke Pulau Bangka atas permintaannya sendiri. Namun hingga akhirnya, ia dan kedua rekannya yang tergabung dalam Tiga Serangkai diasingkan ke Belanda. Saat diasingkan di Belanda, Soewardi aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, bernama Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia). 

Selain itu, ia juga merintis cita-citanya untuk memajukan pendidikan yang dikhususkan untuk kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akta (sejenis ijazah kala itu).

Hingga pada 3 Juli 1922, Soewardi, yang saat itu bernama Ki Hadjar Dewantara mendirikan sebuah sekolah yang bernama Perguruan Nasional Taman Siswa di kota kelahirannya, Yogyakarta. Salah satu semboyan yang dipakainya dalam sistem pendidikannya kini dipakai sebagai semboyan pendidikan di Indonesia, Tut Wuri Handayani.

Dedikasinya yang tinggi terhadap pendidikan membuat ia diangkat sebagai Menteri Pendidikan Indonesia 15 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan, tepatnya pada 2 September 1945. Namun ia hanya menjabat selama dua bulan dan pada 14 November 1945, ia digantikan oleh Todung Sutan Gunung Mulia. 

Selain berdedikasi pada pendidikan, Ki Hadjar juga mendedikasikan dirinya kepada perjuangan bangsa dan negara. Ia juga tergabung dalam Empat Serangkai bersama Soekarno, Mohammad Hatta, dan K.H. Mas Mansyur yang memimpin Pusat Tenaga Rakyat (Putera), organisasi yang didirikan oleh Pemerintahan Jepang pada 16 April 1943.

Pada 26 April 1959, Ki Hadjar Dewantara berpulang di Yogyakarta akibat sakit. Jenazahnya dikebumikan di Taman Wijaya Brata, yang berlokasi di belakang Taman Makam Pahlawan Semaki (saat ini bernama Taman Makam Pahlawan Kusumanegara). Pada saat pemakamannya, masyarakat Yogyakarta tumpah ruah memadati jalan di sekitar kediamannya yang saat ini dikenal sebagai Jalan Taman Siswa. 

Ki Hadjar Dewantara telah tiada. Namun perjuangannya terhadap bangsa Indonesia khususnya dalam bidang pendidikan sangatlah besar. Perguruan Taman Siswa yang didirikannya telah meluluskan beberapa artis terkenal di Indonesia, salah satunya adalah Benyamin Sueb, seorang penyanyi dan pelawak Indonesia pada era 1970-an hingga 1990-an. 

Setelah wafatnya Ki Hadjar Dewantara, Presiden Soekarno menetapkan tanggal 2 Mei, yang merupakan hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara sebagai "Hari Pendidikan Nasional". Selain itu, Ki Hadjar juga diberikan gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada 28 November 1959.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun