Mohon tunggu...
Siti Nurmaliah
Siti Nurmaliah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Peluang "Korupsi" dalam Pembelajaran Daring

29 Desember 2020   20:33 Diperbarui: 29 Desember 2020   20:39 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

           "UTS atau UAS menggunakan Google Form itu tingkat kecurangannya tinggi. Soalnya kita nggak tahu siapa yang pakai handphone dua, buka buku, walaupun memang sudah ada waktu dari sistemnya," ujar seorang siswa SMA yang menjalani pembelajaran daring di masa pandemi. "Ada  juga teman saya yang ahli IT. Sama dia diotak-atik, terus tiba-tiba skornya seratus. Padahal, dia cuma klik-klik aja."

            Ucapan tersebut terlontar dari salah seorang siswa SMA yang baru saja menceritakan pengalamannya menjalani pembelajaran daring di masa pandemi Covid-19. Siswa tersebut menjelaskan keefektifan penggunaan media, metode, dan evaluasi yang sudah dilakukan. Pernyataannya mengenai kecurangan dalam evaluasi pembelajaran menunjukkan bahwa praktik "korupsi" yang dilakukan pelajar dalam lingkungan pendidikan ternyata masih marak.

            Praktik sontek-menyontek sepertinya semacam menjadi kebiasaan yang lazim dan dimaklumi. Tidak hanya di masa pandemi Covid-19, dalam pembelajaran tatap muka secara langsung pun aktivitas kecurangan yang dilakukan masih terjadi. Mirisnya, di masa pandemi ini, cara melakukan kecurangan kian "canggih". Kemahiran mengoperasikan komputer (IT) justru digunakan untuk melakukan hack soal atau poin nilai.

            Mungkin, bagi sebagian orang, menyamakan aktivitas kecurangan seperti menyontek terlalu berlebihan jika disandingkan dengan korupsi. Apalagi, banyak juga yang menyatakan bahwa kecurangan itu masih berada dalam skala yang kecil. Tapi, bukankah segala hal yang kecil itu bisa membesar? Kebohongan itu ibarat ragi dalam adonan donat. Meski hanya sedikit, itu akan membuat adonan yang kecil mengembang dan terus membesar. Bukankah ketika kita melakukan satu kebohongan kecil kita merasa berani melakukan kebohongan yang lebih besar? Bukankah satu kebohongan dapat menimbulkan kebohongan kedua, ketiga, dan seterusnya? Lebih parahnya lagi, sebuah kebohongan yang dilakukan secara terus-menerus, akan menjadi kebiasaan.

            Dengan realitas seperti ini, sudah saatnya setiap elemen turun tangan. Sekolah mempunyai tugas lebih untuk "mengedukasi" siswa, baik dari kognitif dan psikomotorik, juga dari segi afektif. Di masa pandemi Covid-19 ini, sekolah dan instansi pendidikan diupayakan dapat menyiapkan media aplikasi daring dengan tingkat dan sistem keamanan yang baik sehingga dapat meminimalisasi kecurangan siswa. Tak terlupakan peran orang tua. Dengan sekolah dari rumah yang membuat siswa senantiasa di rumah, orang tua juga turut berperan besar dalam edukasi karakter kepada peserta didik. Jika seluruh elemen kompak dan menyeriusi masalah kecurangan di instansi pendidikan, wajah pendidikan kita akan jauh lebih baik. Semoga. Semua dimulai dari kita.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun