Mohon tunggu...
nurmakhusnul
nurmakhusnul Mohon Tunggu... mahasiswa

saya suka bersosialisasi dan sharing dengan banyak orang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dapur Negara dan Bank Sentral: Menyeimbangkan Ambisi dengan Realitas

19 April 2025   23:04 Diperbarui: 19 April 2025   23:04 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bukan sekadar janji kampanye yang populis namun merupakan cerminan ambisi besar negara untuk menjamin hak dasar rakyat yakni makan yang layak dan bergizi. Tapi seperti semua ambisi besar, selalu ada tagihan yang harus dibayar. Dan pertanyaannya kini siapa yang akan membayar harganya?

Pemerintah menganggarkan Rp71 triliun untuk program ini pada 2025. Namun, angka kebutuhan sesungguhnya bisa melonjak hingga Rp100 triliun. Sementara itu, langkah pemangkasan belanja negara sebesar Rp306,7 triliun juga diumumkan demi menjaga neraca anggaran tetap waras. Sebuah tarikan napas yang panjang bagi siapa pun yang berkutat dengan anggaran negara.

Di tengah arus besar ini, banyak mata tertuju pada Kementerian Keuangan. Tapi diam-diam, Bank Indonesia sedang bersiap di belakang layar, memegang rem utama melalui stabilitas nilai tukar, pengendalian inflasi, dan ekspektasi pasar. Karena jika uang terus mengalir tanpa arah, BI yang akan pertama kali merasakan panasnya.

Bank Sentral dan Aroma Dapur Pemerintah

Secara teori, urusan pangan dan belanja sosial bukan wilayah kerja bank sentral. Namun realitas ekonomi hari ini tak lagi bisa dipetakan sesederhana itu. Ketika negara menggelontorkan ratusan triliun untuk makan gratis, efeknya menyentuh banyak lini, dan ketika inflasi mulai mengintip dari balik dapur, siapa yang diminta bertanggung jawab? Ya betul, Bank Indonesia.

BI harus waspada untuk menjaga inflasi agar tetap dalam target 2,5% 1%, sembari memastikan sektor ekonomi tidak kehilangan napas. Ini seperti menari di atas tali yakni jika terlalu longgar maka inflasi bisa meroket, namun jika terlalu ketat, pertumbuhan ekonomi bisa tersedak.

Fiskal-Moneter: Duet yang Harus Sepakat Nada

Indonesia punya sejarah ketika kebijakan fiskal dan moneter saling bersilang arah dan hasilnya kacau. Kini, koordinasi keduanya tidak boleh sekadar formalitas KSSK. Harus ada irama yang benar-benar sinkron. Pemerintah harus transparan soal rencana belanja dan pembiayaannya. Sebaliknya, BI harus cukup berani menyampaikan kekhawatirannya tanpa takut dicap "anti-rakyat".

Kebijakan populis yang tidak ditopang oleh data dan perhitungan jangka panjang bisa menumpuk beban yang kelak harus dibayar generasi selanjutnya. Dan ketika pasar kehilangan kepercayaan, BI-lah yang akan menghadapi badai pertama yakni gejolak nilai tukar, capital outflow, hingga tekanan suku bunga.

Politik Tidak Boleh Menundukkan Independensi

Kita tahu, dalam suasana politik yang penuh euforia, suara teknokratis kerap terdengar hambar. Tapi bank sentral bukan lembaga yang diciptakan untuk menyenangkan semua pihak. Tugasnya menjaga stabilitas. Pertanyaannya adalah apakah BI akan tetap teguh ketika tekanan datang dari gedung-gedung tinggi tempat kekuasaan bermuara? Karena kredibilitas bank sentral tidak dibangun dari pujian, tapi dari konsistensi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun