Mohon tunggu...
Nur Laili Agustin
Nur Laili Agustin Mohon Tunggu... UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

mahasiswi aktif S1 Ilmu Ekonomi UIN Sunan Ampel Surabaya, hobi saya menonton film dan bernyanyi

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Lumpur Lapindo : Dari Bencana Akan Diubah menjadi Pusat Geowisata

16 Februari 2025   13:20 Diperbarui: 16 Februari 2025   13:30 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Area yang terkena dampak lumpur Lapindo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, terlihat dari udara, Kamis (5/3/2015)

Pada tanggal 29 Mei 2006, di Sidoarjo, Jawa Timur, terjadi Lumpur Lapindo, yang dianggap sebagai salah satu bencana linngkungan terbesar di Indonesia. PT Lapindo Brantas menghasilkan energi dari pengeboran sumur minyak dan gas, yang berdampak besar pada Masyarakat di sekitarnya. Pengeboran tersebut menyebabkan semburan gas serta lumpur panas yang menyebar ke area sekitarnya termasuk dalam pemukiman warga setempat.

Dalam waktu yang sangat singkat saja lumpur panas tersebut sudah dapat menenggelamkan desa-desa sekitar yang mengakibatkan penduduk daerah desa tersebut terpaksa untuk mengungsi mencari tempat yang lebih aman serta huni layak. Terdapat ribuan rumah yang terendam akibat dari dampak semburan lumpur tersebut. Hingga kini, total lebih dari sekitar 60.000 orang harus terpaksa mengungsi, dan setidaknya ada 13 desa yang terkena dampak langsung dari bencana ini.

Bencana Lumpur Lapindo memiliki dampak sosial dan ekonomi yang amat signifikan. Orang-orang yang biasa menjalani rutinitas sehari-hari harus beradaptasi. Banyak usaha kecil menengah yang terpaksa gulug tikar karena mereka kehilangan akses ke pasar dan juga pelanggan. Selain itu, infrastruktur dasar seperti jalan, rumah sakit, dan sekolah mengalami kerusakan yang parah. Lingkungan yang tercemar dan tidak dapat digunakan pun dapat mempengaruhi Kesehatan Masyarakat dalam jangka yang panjang.

Kementrian PUPR atau Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sampai saat ini masih terus melakukan program untuk penanganan infrastruktur pengendalian semburan lumpur panas Sidoarjo atau yang biasa disebut dengan Lumpur Lapindo di Kecamatan Porong Jawa Timur melalui Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo (PPLS).

T. Maksal Saputra atau yang biasa dikenal dengan Kepala Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo mengatakan bahwa, program penanganan infrastruktur masih tetap dilanjutkan sesuai dengan tugas dan fungsi untuk memastikan penanganan kepada Masyarakat yang terkena dampak.

Dalam pernyataannya, Maksal menyatakan bahwa "pengendalian lumpur Sidoarjo tetap menjadi prioritas utama pemerintah".

Menurut Maksal, Kementrian PUPR telah mengalokasikan dana Rp 287 miliar untuk proyek penting dalam menangani Lumpur Lapindo. Kegiatan-kegiatan tersebut termasuk pengaliran lumpur ke Kali Porong sebesar 20 juta kubik per tahun, peningkatan tanggul penahanan lumpur setiap tahun hingga lebih dari 2km, dan Pembangunan bertahap 10 embung.

Menurutnya, tanggul tersebut memiliki Panjang 11 kilometer (km), lebar puncak 5 meter, dan luas waduk 5.557,848 m2 (557,7 hektar), dengan kapasitas tamping 44.622.788 m2.

Teori Rostow menggambarkan, tahap pertumbuhan ekonomi menjelaskan Pembangunan ekonomi di seluruh wilayah. Mengenai kasus 'Bencana Lumpur Lapindo', ini dapat dilihat sebagai bencana yang menjadi katalis ekonomi. Wilayah ini kemunginan besar fokus pada kegiatan industri dan pertanian sebelum bencana terjadi. Namun setelah bencana, muncul peluang baru untuk pariwisata, terutama geoturisme. Sebelum bencana, Masyarakat tampak terlalu bergantung pada pertanian dan industri. Setelah bencana, muncul kesadaran akan geoturisme. Masyarakat mulai mengenali nilai-nilai ekonomi di balik fenomena alam ini. Investasi dilakukan oleh pemerintah dan sektor swasta dalam infrastruktur dan fasilitas pariwisata lainnya di sekitar wilayah bencana.

Geowisata Lumpur Lapindo telah menjadi popular dan menarik lebih banyak wisatawan dari berbagai belahan dunia. Perekonomian lokal mulai membaik dan mendiversifikasi. Tidak hanya warga negara yang mengalami peningkatan manfaat ekonomi dari pariwisata, tetapi standar hidup mereka juga meningkat. Keuntungan geoturisme mencakup penciptaan peluang kerja baru, peningkatan pendapatan bagi Masyarakat lokal, dan menarik investasi asing, serta memperkuat identitas lokal dan juga kebanggaan terhadap daerah mereka.

Dalam waktu dekat, Kawasan geowisata ini akan dibagi menjadi beberapa wilayah, termasuk pusat semburan anjungan, zona museum Lumpur Sidoarjo, zona green house dan outbond, zona museum embrio, zona pemanfaatan lumpur, zona sport, Ruang Terbuka Hijau (RTH), zona kolam tampung dan konservasi fauna, dan juga zona RTH perairan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun