Hari ini 26 Juli 2025 dunia memperingati Hari Mangrove Sedunia. Saya duduk di bibir pantai Timur Indonesia, menyaksikan pohon-pohon mangrove berdiri kokoh di antara pasang dan surut air laut. Mereka tak berbicara tapi keberadaannya bersuara lantang tentang ketahanan, perlindungan, dan harapan.
Di tengah ancaman krisis iklim, abrasi pantai, dan naiknya permukaan laut, mangrove adalah barisan pertama yang melindungi daratan. Akar-akarnya yang menjuntai bukan hanya menambatkan tanah tapi juga menjadi rumah bagi ribuan jenis biota. Ikan kecil, kepiting bakau, bahkan burung-burung semuanya menjadikan ekosistem mangrove sebagai ruang hidup.
Saya teringat perjalanan beberapa bulan lalu ke Kampung Mangrove di pesisir Sumba Barat Daya. Di sana masyarakat merawat hutan mangrove bukan sekadar untuk konservasi tapi sebagai bagian dari hidup. Mangrove mereka tanam, rawat, dan jadikan sumber pendidikan untuk generasi muda. Anak-anak sekolah turun langsung ke lumpur belajar tentang pentingnya menjaga alam dari akarnya.
Namun masih banyak tantangan. Di beberapa wilayah mangrove ditebang demi lahan tambak atau properti. Padahal nilai ekologis mangrove jauh lebih besar dari sekadar rupiah sesaat. Data terbaru dari Global Mangrove Alliance menyebutkan bahwa lebih dari 30% hutan mangrove dunia telah hilang dalam tiga dekade terakhir. Dan jika kita terus abai sisanya mungkin hanya tinggal kenangan dalam foto-foto dokumenter.
Hari ini saya menuliskan ini bukan untuk menggurui. Saya hanya ingin mengajak kita semua berhenti sejenak, melihat ke arah pantai, dan bertanya, Sudahkah kita menjaga mereka yang menjaga kita?
Karena mangrove bukan hanya pohon, ia adalah benteng, paru-paru, dan warisan untuk anak cucu.
Selamat Hari Mangrove Sedunia
Mari tanam, jaga, dan cintai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI