Sebagai mahasiswa hukum, saya memandang bahwa peran hukum dalam konteks ini seharusnya tidak hanya sebagai alat pembatalan, tetapi lebih kepada instrumen pengendalian yang bersifat preventif, edukatif, dan partisipatif. Mekanisme pengawasan idealnya dilakukan melalui dialog, klarifikasi, serta pemberian kesempatan kepada daerah untuk memperbaiki kebijakan sebelum pembatalan dijatuhkan. Dengan demikian, hubungan pusat dan daerah tetap terjaga harmonis, dan semangat otonomi tidak tercederai oleh sikap sentralistik terselubung.
Lebih jauh, hukum juga berperan penting dalam menjaga keserasian hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, khususnya dalam aspek perencanaan pembangunan dan pengelolaan keuangan negara. Desentralisasi yang tidak diatur dengan baik justru berpotensi menciptakan kesenjangan antar daerah dan ketidakseimbangan pembangunan. Oleh karena itu, diperlukan norma hukum yang tegas dan mengikat terkait mekanisme sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah. Tanpa adanya aturan hukum yang jelas, masing-masing pemerintah daerah dapat saja menyusun program yang tidak selaras dengan arah pembangunan nasional, sehingga berujung pada inefisiensi anggaran dan ketidakterpaduan pembangunan.
Di sisi lain, peran hukum juga sangat diperlukan dalam mengatur pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Selama ini, meskipun pemerintah daerah diberikan dana perimbangan, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus dari pemerintah pusat, namun dalam penggunaannya sering kali diatur secara ketat oleh pusat. Hal ini menyebabkan daerah memiliki ruang gerak yang terbatas dalam mengembangkan potensinya sendiri. Hukum seharusnya mampu menciptakan sistem keuangan daerah yang adil dan fleksibel, sekaligus mendorong peningkatan pendapatan asli daerah tanpa membebani rakyat.
Melihat berbagai persoalan tersebut, saya berpendapat bahwa saat ini Indonesia memerlukan reformulasi regulasi pemerintahan daerah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan berbagai peraturan sektoral perlu ditinjau ulang agar sesuai dengan semangat desentralisasi yang memberi ruang seluas-luasnya kepada daerah, tanpa mengabaikan kepentingan nasional. Hukum harus hadir sebagai instrumen yang adaptif terhadap dinamika hubungan pusat dan daerah, sekaligus sebagai penjaga keadilan dan keseimbangan kewenangan.
Lebih dari itu, hukum juga perlu memberikan jaminan terhadap partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan daerah. Pelibatan masyarakat akan memperkuat legitimasi pemerintah daerah sekaligus mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan akuntabel. Selain itu, hukum harus mampu menyediakan mekanisme penyelesaian konflik antarpemerintahan yang cepat, adil, dan berbasis musyawarah. Dengan demikian, segala ketegangan antara pemerintah pusat dan daerah dapat diselesaikan secara bijak tanpa harus berujung pada konflik hukum atau disharmoni pemerintahan.
Penutup
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peran hukum dalam menjaga keseimbangan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah sangatlah penting dan strategis. Hukum bukan hanya berfungsi sebagai alat pembagi kewenangan, tetapi juga sebagai instrumen pengendali, pengatur, dan penjamin keserasian hubungan antarpemerintahan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Di tengah kompleksitas hubungan antara pusat dan daerah yang kerap diwarnai ketegangan, hukum harus mampu menjadi penengah yang adil, bijaksana, dan berpihak pada kepentingan rakyat.
Prinsip desentralisasi yang diatur dalam konstitusi dan diperjelas dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah seharusnya menjadi fondasi kuat bagi daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi dan karakteristik wilayahnya masing-masing. Namun dalam praktiknya, pelaksanaan desentralisasi masih dihadapkan pada berbagai kendala, mulai dari ketidakseimbangan kewenangan, tumpang tindih regulasi, hingga mekanisme pengawasan yang cenderung sentralistik. Jika persoalan ini terus dibiarkan, maka tujuan pemerintahan yang efektif, efisien, demokratis, dan berpihak kepada kesejahteraan rakyat akan sulit tercapai.
Sebagai mahasiswa hukum, saya meyakini bahwa salah satu solusi utama untuk mengatasi ketidakseimbangan ini adalah dengan mereformasi berbagai regulasi yang selama ini menjadi sumber ketegangan antara pusat dan daerah. Regulasi tersebut harus disusun dengan semangat desentralisasi yang berkeadilan, adaptif terhadap perkembangan zaman, dan mampu merespon dinamika hubungan antarpemerintahan secara bijak. Pemerintah pusat harus lebih membuka ruang dialog, partisipasi, dan konsultasi dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan daerah. Begitu juga pemerintah daerah harus diberi keleluasaan berinovasi, namun tetap dalam kerangka NKRI dan sejalan dengan tujuan nasional.
Selain itu, hukum juga perlu memberikan mekanisme penyelesaian konflik antara pemerintah pusat dan daerah yang berbasis musyawarah dan keadilan. Jangan sampai konflik kewenangan dan kebijakan ini berujung pada disharmoni pemerintahan yang merugikan rakyat. Hukum harus hadir sebagai penjaga keseimbangan kepentingan nasional dan kepentingan lokal, tanpa memihak kepada salah satu pihak. Dengan demikian, prinsip desentralisasi dapat berjalan beriringan dengan integrasi nasional, dan tujuan pembangunan Indonesia yang berkeadilan dan merata dapat benar-benar terwujud.
Pada akhirnya, hubungan pusat dan daerah harus dibangun atas dasar kepercayaan, kerja sama, dan semangat gotong royong. Hukum di sini berperan penting untuk menjaga agar relasi itu tetap berada dalam koridor konstitusi dan prinsip keadilan. Dengan penguatan peran hukum, saya optimistis Indonesia mampu membangun pemerintahan daerah yang kuat, mandiri, namun tetap dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.