Di samping Zanetta, lelaki yang kini sudah mengarungi pasang surutnya kehidupan sebagai suami dari seorang Zanetta merasa bersyukur karena ternyata penantian suci mereka kini berbuah manis ditambah dengan kehadiran Kazza sebagai amanah terindah sang pencipta dalam keluarga mereka.
"Pertama kali aku suka kamu, kapan yah?"
"Nggak tahu, bukannya kamu bilang waktu SMA."
"Kamu mau tahu lebih jelasnya?"
"Kapan memangnya?"
"Perasaanku masih sama Zanetta."
"Kamu itu suka berbelit-belit, kapan memangnya? Waktunya? Terus aku lagi ngapain saat itu dan apa yang bikin aku menarik di mata kamu. Jelasin kek, bukan malah sama seperti sekarang! Lah, sekarang kan aku lagi gendong Kazza yang ngeyel nggak bisa diem kayak ayahnya."
Mendadak, Zanetta menndengar tawa kecil suaminya lantas Zanetta malah mengernyit dengan respon suaminya ini.
"Mungkin kalau bukan karena hukuman juga, Hehe. Hari itu pula aku lihat kamu gendong Akmal sama persis kayak kamu gendong Kazza. Aku sadar aku yang waktu itu masih belum memahami arti cinta yang hakiki kini menjadi lebih bersyukur aku pernah bertemu dan akhirnya memantapkan hati pada seorang perempuan istimewa nan menawan seperti kamu. Zanetta..."
Zanetta hanya mampu terharu karena jujur saja ingatan itu sudah lama terjadi diantara mereka.
"Kamu masih inget...?
"Hal yang berharga bukannya harus disimpan yah. Maka dari itu aku ingin mengikrarkan hal yang dulu pernah kita katakan. Aku benar adanya aku Karim Khalis Wahyudin mencintai serta menyayangi Zanetta Hayatunaqiyah."
Zanetta pun mengangguk lantas mengucapkan ikrar mereka beberapa tahun silam.
"Aku benar adanya aku Zanetta Hayatunaqiyah mencintai serta menyayangi Karim Khalis Wahyudin ditambah pangeran kecilku yang tak lain adalah Kazza Naqib Wahyudin dalam hidup ku."
Ketika kita memang terus meminta ridho sang pencipta untuk memantapkan pilihan kita pada sebuah garis takdir abadi dalam cinta maka tiada hentinya berdoa dan berusaha karena apapun bisa terkabul meski harus membayar penantian suci.