Mohon tunggu...
Andi Nur Fitri
Andi Nur Fitri Mohon Tunggu... Konsultan - Karyawan swasta

Ibu dua orang anak, bekerja di sekretariat Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia Komisariat Wilayah VI (APEKSI Komwil VI)

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Ambon, Musik dan Persaudaraan

20 Maret 2018   10:27 Diperbarui: 20 Maret 2018   10:33 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lepas tiga hari pelaksanaan Konferensi Musik Indonesia (KAMI) yang dihadiri kurang lebih 250 musisi nasional di Ambon dihelat pada tanggal 7-9 Maret 2018, saya pun terbang ke kota tersebut. Beserta dua teman kantor, kami tiba di Ambon menjelang Magrib, di tanggal 13 Maret. Masih terasa hawa konferensi musiknya. Di pinggir jalan, hotel-hotel, dan kafe-kafe masih bertebaran spanduk dan baliho yang menyambut peserta KAMI. Baru kali ini terjadi konferensi yang menyoal musik di Indonesia, dan kota Ambon adalah pemrakarsanya.

Tugas kami selama di Ambon adalah melakukan pendokumentasian dan selanjutnya mempromosikan program unggulan dari beberapa kota yang terhimpun dalam Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia untuk Wilayah Timur, yang lebih dikenal dengan nama APEKSI Komwil VI. Ambon mewakili keunikan karena menyatakan dirinya sebagai kota Musik, yang kini sedang berusaha mendapatkan predikat kota Musik Dunia dari UNESCO pada tahun 2019 nanti. Jika banyak daerah memproklamirkan diri sebagai kota dunia ketika platform kota cerdas diluncurkan, maka Ambon memilih menspesifikkan diri menjadi kota musik. Sebuah predikat yang jarang sekali dijamah khususnya oleh pemerintah daerah di Indonesia.

Berbicara mengenai musik yang dikaitkan dengan kota Ambon, mungkin ingatan kita akan melayang pada orang-orang seperti Broery Pesolima, Utha Likumahuwa, Enteng Tanamal, Hamdan At Tamimi atau lebih akrab dikenal dengan Hamdan ATT, Ruth Sahanaya, Grace Simon, Chris Pattikawa, Melky Goeslaw, Glenn Fredly, Harvey Malaiholo, Ridho SLANK dan seabrek artis nasional lainnya yang memiliki darah Maluku. Bahkan anda mungkin cukup familiar dengan lirik ini...you make my life so colorfull...i've never had it so good my love i thank you for all the love you gave to me,kemudian don't sleep away this night my baby....Ya, siapa lagi kalau bukan Daniel Sahuleka, biduan bersuara merdu yang kini telah mendunia.

Kegiatan bermusik masyarakat kota Ambon sebenarnya adalah makanan sehari-hari. Sambil berkumpul, bercerita dan ngopi,ditambah petikan gitar sederhana biasanya secara otomatis mereka akan berdendang. Pengaruh musik Barat sangat kental dalam selera musik mereka. Meskipun demikian, warna musik Ambon sudah berakulturasi dengan musik etnik dan hawaian. Pada kenyataannya, ada nilai tambahan pada selera musik masyarakat Ambon yaitu diversitas timbre atau warna suara dan genre. Demikian kaya sebenarnya potensi musik kota ini, sehingga mubazzir jika tidak terkelola secara baik.

Tentu cukup beralasan bagi pemkot Ambon memilih musik sebagai ikon pembangunan mereka. Musik bagaikan DNA orang-orang Ambon "begitu mereka lahir ke dunia, suara merdu dan bakat musik menyertai. Dimana pun mereka kumpul, nyanyian akan selalu terdengarkan" papar Walikota Ambon, Richard Louhenapessy. Jika kita mencermati peta potensi yang dimiliki pulau Maluku, maka akan tergambar bahwa di sebelah Selatan dengan potensi perikanan, kemudian di kepulauan Seram yang memiliki emas, serta di sebelah Tenggara dengan potensi pertambangan. Sementara itu, kota Ambon sendiri adalah golden gatejika ingin menjelajahi bentangan kepulauan Maluku. Sebagai pintu tempat masuk itulah, Richard sepenuhnya menyadari bahwa kota yang dipimpinnya memiliki trigger ekonomi di tiga bidang yaitu barang jasa, kuliner ikan, dan musik sebagai natural resource yang patut dikembangkan.

Bak gayung bersambut, tanggal 29 Oktober 2016 merupakan sejarah baru bagi masyarakat Ambon. Kenyataan kekayaan musikalitas mereka yang sudah inheren dinyatakan secara resmi oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf ) dan Pemkot Ambon sebagai faktor yang akan digenjot sebagai sumber pendapatan. 

Di Bekraf sendiri ada 26 subsektor kreatif, khusus mengenai musik berada di Deputi Lima tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Melalui pembentukan Tim Perencana Pembangunan Ambon sebagai Kota Musik Dunia yang selanjutnya diakomodir ke dalam struktur Ambon Music Office (AMO), mulailah langkah-langkah serius dipetakan untuk memuluskan Ambon masuk dalam jaringan kota kreatif internasional. Di Indonesia sudah ada beberapa kota yang menjadi kota kreatif dengan bidang masing-masing seperti Bandung dengan ikon design, Pekalongan yang mengandalkan batik serta menyusul Ambon dengan musiknya.     

Tampaknya tidak perlu repot bagi pemkot Ambon untuk menentukan identitas mereka. Saat trend pembangunan menuntut setiap daerah memiliki keunikan, Ambon menentukan jalannya di bidang musik. Pencanangan sebagai kota musik sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2011 bertepatan dengan festiaval musik jazz pada saat itu. Namun secara resmi, Bekraf mengajukan persiapan kota Ambon sebagai kota musik dunia tahun 2019 nanti, baru pada tahun 2016 lalu. "Jadi memang ada beberapa tugas kami untuk membantu Ambon menjadi kota musik dunia oleh UNESCO pada tahun 2019 nanti" tukas Ronny Lopis, Direktur AMO.

Dalam usaha mendapatkan predikat sebagai kota musik dunia pada tahun 2019 oleh UNESCO, pemkot Ambon melalui kantor teknis yaitu AMO mengurus langkah-langkah strategis menuju kota musik dunia, yang dahulu bernama 25 action plan. 

Action plan tersebut terbagi dalam lima pilar yaitu : pertama, musisi dan Komunitas yang menyangkut penyusunan data base. Kedua, Infrastruktur yang memuat pembangunan wadah pengembangan musik seperti pusat dokumentasi musik nasional, pusat rekaman berstandar internasional, pusat kajian musik, baik etnik maupun modern, serta conservatorium. Ketiga, Proses Belajar yang meliputi pembuatan sekolah-sekolah dan kursus-kursus musik, kemudian kurikulum yang bermuatan musik. Keempat, Pengembangan Industri seperti integrasi pariwisata dengan musik, penyelenggaraan konser-konser musik skala kecil, festival musik antar genre, dan lain-lain. Kelima Nilai Sosial Budaya dan Media. Kelima pilar tersebut sedang digenjot oleh Pemerintah Kota Ambon melalui Dinas Pariwisata dan AMO untuk dicapai dan disubmit kepada UNESCO.

Dalam perjalanan beberapa hari di Ambon, kami pun menyempatkan diri singgah di tempat-tempat penting yang merekam aktifitas bermusik seperti Pusat Kajian Musik Etnik di IAIN Ambon, Pusat Seni Musik dan Rekaman di Universitas Pattimura, Kafe sibu-sibu --sebuah kafe di pusat kota Ambon yang sangat sering disinggahi baik oleh musisi nasional maupun internasional. Di kafe ini pula kami mendapati bukti warna suara penyanyi yang notebeneadalah orang-orang Ambon memang begitu variatif, dan tidak ketinggalan mencicipi nasi kelapa khas kota Ambon di kawasan Batu Merah. O iya, ada juga rujak Natsepa yang akan membuat lidah bergoyang serta ikan cakalang asap yang menanti untuk dijadikan ole-ole dalam perjalanan menuju Bandara nanti...i can't wait...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun