Hasil pemilihan umum (Pemilu)14 Februari 2024 lalu sudah diumumkan oleh KPU dimana bangsa Indonesia sudah mengetahui bahwa paslon nomor urut 2 Prabowo Subiyanto-Gibran sebagai pemenangnya.Akan tetapi rupanya hal itu belum selesai ,dan karena paslon nomor urut 1 (Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar)dan paslon nomor urut 3 (Ganjar Pranowo-Mahfud MD) belum mengakui hasil  tersebut, karena dugaan pelanggaran dan kecurangan yang disinyalir terjadi secara terstruktur sistematis massiv (TSM) dalam penyelenggaraan Pemilu. Terkait masalah itu sehingga persengketaan tersebut diajukan ke ranah hukum yakni ke Mahkamah Konstitusi(MK).
    Sengketa Pemilu yang digulirkan di Mahkamah Kostitusi(MK)sejak Rabu 27 Maret 2024 dimulai dengan paparan dari paslon nomor urut 1(Anies Baswedan -Muhaimin Iskandar) ,dalam hal ini Anies Baswedan mengatakan bahwa Intervensi kekuasaan telah mengikis indenpendensi sehingga pilpres 2024 tidak berjalan secara bebas ,jujur dan adil."Indenpendensi yang seharusnya menjadi pilar utama dalam penyelenggaraan pemilu ,telah tergurus  akibat intervensi kekuasaan yang tidak seharusnya terjadi"ujarnya didepan  wartawan Rabu 27 Maret 2024.
    Kelihatannya kedua paslon (nomor urut 1 dan 3) yang menggugat di MK terkait sengketa pemilu tersebut secara kompak menduga dalam penyelenggaraan pesta demokrasi di Indonesia itu disinyalir sudah terjadi pelanggaran kecurangan TSM dari hulu sampai ke hilirnya,karenanya jika hal itu bisa dibuktikan bukan tidak mustahil hasil pemilu  akan dibatalkan serta pemilu akan diulang tanpa keikutsertaan paslon nomor urut 2 .Presiden Jokowi bisa saja dilengserkan jika memang pelanggaran kecurangan berupa intervensinya dalam pemilu untuk memenangkan paslon nomor urut 2 (Prabowo Subiyanto-Gibran)bisa dibuktikan secara hukum.
    Jika hal tersebut benar terjadi,maka akan terjadi kekosongan kekuasaan karena masa jabatan presiden Joko Widodo akan selesai Oktober 2024,sementara presiden yang baru belum dilantik karena dampak sengketa pemilu tersebut.Terkait masalah itu sudah diatur dalam UUD 1945 Pasal 8 ayat 3 ,bahwa jika presiden dan wakil presiden tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan , pelasanaan  tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri(Menlu),Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Pertahanan (Menhan)secara bersama -sama .,yang juga disebut"Triumvirat"atau juga sering disebut dengan Triarki. Supaya tidak terjadi kekosongan kekuasaan maka Menlu,Mendagri dan Menhan sebagai pelaksana tugas sampai terpilih presiden yang baru.
     Dalam konteks ini Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengadakan sidang paripurna paling lama 30 hari sejak terjadi kekosongan kekuasaan  tersebut.MPR akan memilih presiden dan wakil presiden baru dari dua paslon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paslonnya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilu sebelumnya .Hal ini  diatur dalam Pasal 136 hingga 142  peraturan MPR nomor 1  tahun 2019.Namun demikian kita mengharapkan apapun hasil keputusan Mahkamah Kosntitusi (MK) bangsa Indonesia  harus menerimanya ,serta tidak perlu terjadi kekisruhan tetapi harusnya berlangsung  secara damai supaya kedepan  sistem demokrasi NKRI semakin baik dan berkwalitas.