Mohon tunggu...
Nur Majdina
Nur Majdina Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Uinsu

Mahasiswa pai '19 UINSU Teruslah melangkah sampai akhirnya engkau harus berhenti

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masyarakat Zaman Now

12 Desember 2019   05:18 Diperbarui: 12 Desember 2019   05:31 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masyarakat Indonesia mempunyai karakteristik yang berbeda dengan negara lainnya. Karakteristik tersebut diantaranya adalah: (1) Pluralistik/keberagaman, (2) sikap saling pengertian antara sesama anggota masyarakat, (3) toleransi yang tinggi dan (4) memiliki sanksi moral. 

Karakteristik-karakteristik tersebut diharapkan senantiasa mewarnai kehidupan masyarakat madani model Indonesia nantinya. Keberadaan masyarakat Indonesia dapat dicermati melalui perjalanan bangsa Indonesia. dunia pendidikan sebagai bagian dari pendidikan umat manusia haruslah senantiasa berpartisipasi untuk membangun terwujudnya masyarakat madani.

Di indonesia terdapat banyak pilar bagi berdirinya msyarakat madani, pilar disini dimaksudkan lembaga-lembaga atau instuisi-instuisi penegak yang menjadi bagian dari sosial control yang berfungsi mengkritisi kebijakan- kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas.

Untuk konteks di Indonesia, berikut penjelasan di antara pilar- pilar yang terus berkontribusi bagi penegakan civil society, yakni: Pertama gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa bagaimanapun, menurut M Alfan Alfian merupakan fenomenal yang layak dicermati, antara lain disenankam justru oleh posisinya yang relatif independen dan lebih cenderung masih domnan menampakkan idealismenya. 

Gerakan mahasiswa untuk membedakannya dengan gerakan-gerakan lain, memiliki nuansa yang pasa antara lain disebabkan aleh "posisi istimewa" mereka ditengah- tengah masyarakat pada umumnya. Mereka hadir dari kampung tempat mereka menimba ilmu, dan mengembangkan kebebasan mimbar akademik Kondisi lingkungan sosial sekitarnya,menuntut mahasiswa memberikan respon yang konstruktif. Kerena mahasiswa diasumsikan masilh memiliki idealisme yang murni", mereka pun diharapkan lebih bisa tampil objektif dalam menyuarakan suara-suara moralnya.

Kedua, Lembaga Sumberdaya Manusia (LSM) sebagai pilar ctvil society Indonesia. Dalam kajian Tim ICCE UIN Jakarta, LSM diartikan sebagai institusi sosial yang dibentuk oleh swadana masyarakat yang tugas esensinya adalah membantu dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang tertindas. 

Selain itu, LSM dalam konteks civil society juga bertugas  menyelnggarakan pemberdayaan kepada masyrakat mengenai hal-hal yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti advokasi, pelatihan dan sosialisasi program-program pembangunan masyarakat. Perkembangan LSM dalam catatan Jeff Haynes (1997: vil), sebagaimana dikutip Alfian, menyebutkan bahwa salah satu fenomena yang patut dicatat sebagai gejala pasca Perang Dingin tahun 1990-an, adalah timbulnya gerakan-gerakan (khususnya di negara dunia ketiga) yang mayoritas antisistem, dari golongan terbawah, dengan berbagai ragam tujuan politik sosial, dan ekonomi.

Dan ketiga pers sebagai pilar civil society, Pilar ini merupakan institusi yang penting dalam menegakkan civil society, karena memungkinkannya dapat mengkritisi dan menjadi bagian dari social controlyang dapat menganalisa serta mempublikasikan berbagai kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan warga negaranya. Hal tersebut pada gilirannya mengarah pada adanya indepedensi pers serta mampu menyajikan berita atau informas secara objektif dan transparan hak asasi mereka.

Di Indonesia, khususnya sejak reformasi, kebebasan pers memang lebih besar (dijamin oleh UU Pokok Pers No. 40 Tahun 1999). Tetapi apakah dengan demikian pegulatan menegakkan dan kebebasan pers berakhir? Jakob Oetama (2002), menjawabnya tidak, tetapi meamsuki fase baru, yang tidak lebih sederhana. Ungkapan ini banyak mengandung kebenaran. Pers masa kini berbeda dengan zaman Orde Baru. 

Pemerintah pun kini, tidak bisa sewenag-wenang membubarkan pers. Seiring dengan jatuhnya Orde Baru media massa cetak banyak bermunculan-stasiun televisi pun kini sudah semakin beragam. Pada bulan April 1999 saja, sebelas tahun pasca runtuhnya rezim Orde Baru misalnya, tercatat ada 852 SIUPP bahu dikeluarkan 51,99 % dalam bentuk tabloid Tetapi, dalam perkembanyannga kompetisi pasarlah yang menyeleksi media massa mana  yang bertihun Banyak tabloid, majalah, maupun surat kabar harian yang tidak terhig lagi. Ini menandakan bahwa hidup metinya pers Indonesia kini lebih ditentukan oleh daya serap pasar, ketimbang represifitas pemerintah, tetapi persoalannya bukan itu saja.

Namun demikian, bila dilihat dari perspektif bisnis media, maka modal yang dipakai untuk itu, tidak dapat dipungkiri, banyak dimiliki oleh kalangan pengusaha yang dulu dibesarkan oleh Orde Baru. Pemilik modal dalam banyak kasus kerap melakukan intervensi ke kebijakan redaksional. Tetapi,.idealisme para pengelola pers bukan telah tumpul sama sekali, mereka pun tampaklebih suka melakukan perlawanan atasnintervensi pemilik modal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun