Mohon tunggu...
Nur Ahsan
Nur Ahsan Mohon Tunggu...

Alumni PPs UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, jurusan Aqidah Filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia Barat dan Indonesia Timur = Dunia Barat dan Dunia Timur

21 Desember 2010   04:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:32 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1292904537183524017

Entah kapan berawal, namun, yang pasti, secara sadar maupun tidak kita seringkali mengkotak-kotakkan dunia ke dalam dua kotak besar: Barat dan Timur. Umumnya, dalam persepsi kita, kotak Barat mewakili kemajuan perdaban manusia, khususnya di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan, sementara kotak Timur mewakili keterbelakangan perdaban, dalam semua hal. Kotak Barat adalah kotak superior, sedangkan kota Timur adalah kotak inferior.

Memang, seperti kata pakar studi oriental, Edward Said, Barat dan Timur tidak memiliki batas teritorial yang jelas. Namun, menurut saya, pembagian Barat dan Timur sejatinya sejalan dengan term “globalisasi” yang, meminjam analogi Anthony Giddens dalam The Runaway World, sangat sulit didefinisikan tetapi dampaknya sangat terasa dalam keseharian kita.

Dalam menyikapi ketidaksetaraan pencapaian perdaban antara Barat dan Timur ini, paling kurang, para pemerhati studi lintas peradaban terbagi ke dalam dua kelompok: (1) mereka yang melihat Barat dan Timur dalam kerangka saling berhadap-hadapan,berbenturan, di mana salah satu harus lebih dominan dibanding lainnya; dan (2) kelompok yang meyakini bahwa Barat dan Timur seharusnya bisa saling melengkapi dan tidak perlu dilihat dalam kerangka benturan.

Di hadapan Barat, Timur tidak selamanya inferior. Spiritualitas dalam arti kearifan lokal orang-orang Timur, misalnya, diakui jauh lebih maju dibanding spiritualitas orang-orang di Barat. Terbukti, belakangan ini, nilai-nilai spiritualitas Timur banyak dikaji dan dikembangkan serta mendapatkan apresiasi di kalangan masyarakat Barat. Menjamurnya ragam aliran New Age di Barat pada saat ini merupakan salah satu contoh paling nyata dari ekspansi nilai spiritulitas ketimuran. Meski demikian, harus pula diakui bahwa peradaban di Barat secara umum memang lebih maju jika dibandingkan dengan peradaban di Timur. Hal ini, terutama, jika merujuk pada pencapaian teknologi serta logika berpikir yang berkembang di Barat. Sampai pada titik ini, maka boleh dikata bahwa ada jarak peradaban yang cukup jauh antara Barat dan Timur.

Fenomena jarak peradaban antara dunia Barat dan Timur di atas rupanya juga berlaku dalam distingsi Barat dan Timur di Indonesia. Ada Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Di negara yang konon menganut falsafah Bhineka Tunggal Ika ini, nyatanya, Barat dan Timur tetap dibedakan, baik secara sadar dan tidak sadar. Dan, nyaris sama dengan pemahaman umum yang ada pada fenomena di dunia Barat dan Timur, pembedaan Indonesia Barat dan Timur juga mewakili kesadaran akan adanya jarak perdaban yang cukup jauh. Lazimnya, Indonesia Barat dianggap mewakili kemajuan dalam berbagai bidang, sedangkan Indonesia Timur mewakili keterbelakangan yang nyaris, untuk tidak mengatakan di semua, sisi peradaban. Dalam konteks pendidikan, misalnya, baru-baru ini, sebagai alumni perguruan tinggi di Indonesia Barat yang berkecimpung di dunia perguruan tinggi di Indonesia Timur, saya merasakan betul betapa jauh jarak perdaban antara keduanya. Bagaimana tidak, ketika perguruan tinggi di Jawa, sebagai salah satu perwakilan Indonesia Barat, telah bergerak menuju The World Class University, perguruan tinggi di Indonesia Timur masih berpikir untuk beralih status dari Sekolah Tinggi ke Institut; masih berpikir dan belum bergerak. Lantas gerangan apa yang membuat Indonesia Timur demikian terlambat?

Seringkali, ketika berbicara mengenai ketidakseimbangan pencapaian di Indonesia Timur dengan Indonesia Barat, telunjuk kita langsung mengarah pada kebijakan pemerintah Orde Baru yang sentralistik sebagai biang kerok. Mungkin ada benarnya. Akan tetapi, dalam persoalan seperti ini, alangkah elok jika masyarakat di Indonesia Timur, di mana kini saya berada di dalamnya, tidak serta-merta menuding Orde Baru. Tidak ada salahnya jika kita melakukan “kritik tradisi” terlebih dahulu terhadap apa yang telah menjadi kebiasaan di masyarakat kita, di Indonesia Timur.

Oleh potensi alam yang melimpah, Masyarakat Indonesia Timur lazimnya bersikap manja dan termanjakan. Tidak seperti pemandangan umum yang berlaku di kota-kota di pulau Jawa, di mana persaingan tampak sangat ketat, di Palu, persaingan masih sangat langka. Oleh kesadaran akan ketatnya persaingan, masyarakat di Jawa bekerja lebih keras, berdisiplin dan kreatif; dua hal yang jarang Anda temukan di Palu.

Di Jawa, melihat masyarakat yang bangun pada dini hari sekitar pukul 04.00 WIB adalah pemandangan lazim. Uniknya, ini tidak selalu didasarkan pada alasan ibadah subuh, tetapi justru pada jam itu mereka sudah berangkat ke pasar untuk memenuhi hajat hidup keluarganya. Semantara itu, berbeda jauh dengan fenomena tersebut, di Palu, aktifitas masyarakatnya baru dimulai pada pukul 06.00 WITA yang sudah hampir bisa dipastikan juga melewatkan ibadah subuh.

Mengacu pada contoh permulaan aktifitas masyarakat di dua daerah di atas, maka trik yang niscaya dilakukan oleh masyarakat Indonesia Timur dalam rangka memperpendek jarak peradabannya dengan Indonesia Barat adalah dengan mempersempit ruang diaspora masyarakatnya. Di sini, kebijakan perluasan wilayah-wilayah baru di Indonesia Timur harus dihentikan sementara waktu. Masyarakat yang tinggal jauh dari pusat kota harus didorong untuk masuk ke kota agar tercipta persaingan yang memicu lahirnya budaya kerja keras dengan kedisiplinan yang melahirkan kreatifitas demi sesuap nasi, yang dalam bahasa agama disebut rezeki.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun