Mohon tunggu...
Rokhmah Nurhayati Suryaningsih
Rokhmah Nurhayati Suryaningsih Mohon Tunggu... Keep learning and never give up

pembelajar sejati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Saya Merindukan Jakarta Seperti New York (City), Kapan itu????

9 Agustus 2012   16:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:01 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_199135" align="aligncenter" width="536" caption="NY City (Manhattan) di waktu malam (Doc: Michael Sendow) "][/caption] Mungkin ini hanya  impian atau hayalan saya saja di siang bolong. Tapi yang jelas tulisan ini terinspirasi oleh tulisan Bung Michael Sendow yang berjudul Apakah Perlu Jakarta Belajar dari New York City?. Terima kasih juga untuk koleksi foto diatas, heheheh. Saya tidak tahu harus darimana awal cerita saya. Tapi yang jelas sebagai orang yang pernah tinggal cukup lama di daerah New York States dan khususnya New York City area, saya benar-benar merindukannya. Kenapa? Entahlah, saya merasa aman tinggal di daerah New York City, yang begitu padat dan berjubel tapi masih bisa tertib dan merasa aman. Ditambah dengan berbagai fasilitas publik lainnya yang bisa kami manfaatkan, membuat saya kerasan dan merasa nyaman untuk tinggal disana. Daripada saya tinggal di Jakarta di negeri nya sendiri. Aneh?, mungkin kelihatannya yaa, tapi begitulah yang saya rasakan sampai saat ini. Ada beberapa alasan yang membuat saya merasa aman, nyaman, kerasan dan cocok untuk tinggal disana. Bahkan untuk membesarkan anak saya, Amri yang notabene masih anak-anak. Pertama, saya bisa jalan kemana saja di daerah New York City area, sampai ke ujung-ujungnya baik di Manhattan, Quens, Brooklyn, Staten Island, dan Bronx yang terkenal serem untuk daerah yang terakhir. Tapi anehnya, saya merasa aman disana. Padahal saya jalan sendiri untuk mengunjungi daerah-daerah tersebut karena tugas tentunya. Memang saya menggunakan transportasi umum, yakni subway untuk bisa kemana-mana dan saya tidak merasa takut sedikit pun. Saya tidak tahu, apakah saya punya nyali yang kuat pada saat itu. Sayang sekali waktu itu belum ada Kompasiana. Jadi perjalanan saya tidak bisa dituliskan dan terekam seketika untuk  semua kegiatan yang saya lakukan dalam rangka mengunjungi daerah-daerah tersebut. Kini tinggal memori saja yang masih berbekas. Padahal seru sekali dan berbagai cerita mungkin bisa dilahirkan dari pengembaraan saya, hehhehehe. Saya juga sering keluar masuk  ke Luxury Stores di Manhattan dari Gucci, Channel, Prada, Louis Vutton, dan lain-lain, makan di berbagai luxury restaurants, mencicipi makanan di beberapa restaurant Jepang untuk mencoba sushi, melihat performance di Metropolitan Museum of Art New York, mengunjungi museum-museum di Manhattan, keluar masuk bank-bank HSBC, Citi Bank, Chase Bank, Charter One Bank dan juga beberapa local banks di 5 wilayah New York City  untuk  menginterview para Banker dan Manager serta berbagai aktivitas lainnya yang saya lakukan  seperti jalan-jalan ke Recreation Parks dan mengunjungi berbagai perpustakaan di NY City area. Semua itu saya merasa aman pergi sendiri, kadang saya bawa anak kalau ke Museum, recreation Parks, perpustakaan atau bahkan ke  Restaurant nya, karena sering kami dapat jatah buat keluarga, heheheh . [caption id="attachment_199190" align="aligncenter" width="384" caption="Manhattan, NYC (beberapa foto jadul, Doc: pribadi)"]

1344528643492627237
1344528643492627237
[/caption] Sementara di Jakarta? Boro-boro saya tahu daerah. Paling-paling rumah, Pasar Minggu, Ciputat, dan daerah Sarinah. Itu saja daerah yang sering saya kunjungi. Lainnya lagi, kalau ditanya daerah atau lokasi, terus terang saya angkat tangan, alias  tidak tahu, misalkan saya ditanya daerah Blok M, Pasar Tanah Abang, dan lain-lain. Makanya kalau ada acara Kopdar (Kopi darat), saya mesti akan tanya dulu sebelum saya pergi. Atau minta diantar jemput kalau pulangnya sampai malam, hehheheh. Sungguh, karena saya memang tidak tahu dan tidak merasa aman untuk pergi kemana-mana sendiri, apalagi kalau pulang sampai malam. Kedua, Disini, terutama di Jakarta  saya takut sama copet, pencuri, perampok dan berbagai jenis penipuan lainnya yang terjadi pada angkutan umum. Dan yang tidak kalah takutnya adalah peristiwa kebakaran yang akhir-akhir ini sering terjadi di Jakarta.  Saya ngeri mendengar kejadian seperti itu. Merasa diri ini benar-benar tidak aman dan harus waspada setiap saat. Belum apa-apa saya sudah kecopetan dua atau 3 kali di Jakarta. Sementara saya beberapa tahun tinggal di New York City area  belum pernah kecopetan, dan kecurian, maupun perampokan. Apalagi kalau tinggal di upstate New York (Binghamton dekat Ithaca), kota kecil lebih tenang lagi. Rumah saya kadang lupa tidak dikunci pada malam hari, aman juga. Polisi rasanya dekat dengan kita, karena mereka terus keliling/ patroli baik siang atau malem. Pokoknya kalau kita ada masalah keamanan telpon 911, langsung diangkat dan ditanya apa masalahnya. Pernah anak saya waktu masih kecil umur 4 tahun an, tidak sengaja  mencet nomer 911, saya kaget ternyata dia mencet nomer emergency dan yang menerima telpon dari pihak kepolisian. Langsung ditanggapin dengan serius. Saya kaget, anak saya ngomong sama siapa, akhirnya saya mencoba bicara. Eh ternyata dari pihak kepolisian. Yeah, saya minta maaf ternyata anak saya sedang belajar mencet tombol, hehhehe. Ketiga, Saya sungguh ngeri melihat lalu lintas/ traffic disini. Orang mau menyebrang saja sulitnya tidak karuan, padahal sudah di zebra cross. Rasanya tidak ada manfaatnya dipasang zebra cross di Jakarta. Karena semua pengendara serasa aji mumpung dalam mengendarai kendaraan, baik yang beroda empat, apalagi kendaraan beroda dua (sepeda motor). Bahkan ada orang mau menyebrang saja tidak memperlambat, malah ngebut dan nyerobot saja. Huh! batin saya, mereka tidak punya aturan, ada orang yang mau menyebrang saja tetap nekat dan malah ngebut. Anak saya sampai bilang, "mommy why they are so rude to us?". Karena anak saya beranggapan bahwa pejalan kaki akan dihargai seperti kami di Amerika. Pengemudi langsung memperlambat jalannya jauh sebelum sampai ke zebra cross,  kalau melihat ada orang mau menyebrang. Mereka memberi kesempatan kami untuk menyebrang lebih dahulu. Disini semua tancap gas, tidak boleh ada tempat yang kosong. Sungguh saya takut melihat lalu lintas (traffic) di Jakarta yang tidak menghargai orang yang mau nyebrang atau pejalan kaki. [caption id="attachment_199173" align="aligncenter" width="448" caption="Manhattan, NY City, koleksi foto musim dingin (Doc: pribadi)"]
13445249791891457254
13445249791891457254
[/caption] Keempat, di New York City terutama, ada banyak perpustakaan yang bisa saya datangi hanya dengan mempunyai satu kartu keanggotaan. Misalnya, saya tinggal di Staten Island, NY, terus saya bisa meminjam buku-buku di semua wilayah New York City tanpa saya harus membuat kartu lagi. Boleh dikatakan One for all. Ditambah lagi, buku yang dibawa bisa berbagai jenis buku asal tidak melebihi 100 jumlahnya. Tentunya bukan Buku-buku References. Bayangkan kita bisa membawa/ meminjam sampai 100 untuk dibawa pulang, termasuk video, buku anak-anak, kaset, dan lain-lain. Pokoknya 100 buah, tanpa ada biaya keanggotaan per bulannya. Untuk membuat kartu nya pun sangat mudah, hanya perlu kartu identitas NY, tanpa perlu ada foto segala. Di Jakarta, nyari perpustakaan saja saya kesulitan. Belum lagi prosedur yang berbelit-belit. Akhirnya saya males sendiri, karena perlu ini dan itu. Batin saya, kok ribet amat sih. Habis itu masih dibatasi jumlahnya. Jadi kita tidak perlu pusing harus membeli buku karena di perpustakaan sudah ada. Apabila tidak ada di satu tempat, mereka akan mencarikan buku-buku yang kita cari di perpustakaan lain. Bahkan mereka mau membantu kita untuk mencarikan lebih jauh lagi sampai ke Perpustakaan universitas yang ada. Bayangkan begitu dedikasinya mereka bekerja untuk setiap pemakai perpustakaan. Memang buku-buku yang ada adalah buku-buku bacaan yang biasa dijual di toko-toko buku, bukan untuk buku-buku kuliah atau buku pelajaran. Tapi daripada kita membeli buku bacaan, sementara di rumah juga sudah menumpuk, pilihan lain yaa pinjam saja buku dari perpustakaan. Toh, kita bisa memperpanjang lagi online, apabila belum selesai membacanya. Tanpa harus membawa semua buku-bukunya, tinggal buka saja websitenya. Dalam 2 menit, buku-buku sudah bisa diperpanjang. Tadaaa Kelima, di New York City  banyak tempat-tempat rekreasi yang bisa dikunjungi atau tempat-tempat untuk bermain anak-anak. Gratis lagi, apalagi kalau musim panas, banyak sekali hiburan atau music performance di Park. Summer Course gratis bisa juga kita ikuti untuk Komunitas dan biasanya ditawarkan oleh perpustakaan. Pokoknya kalau kita mau memanfaatkan kesempatan dengan menggali ilmu, berlibur dan bersenang-senang bersama keluarga di hari libur,  banyak sekali tempat-tempat yang bisa dikunjungi. Bahkan turist asing pun membludag kalau musim panas. Kebanyakan mereka datang dari Jepang dan Eropa sewaktu saya masih disana, karena waktu itu Euro lagi naik daun dan Jepang masih booming. [caption id="attachment_199175" align="aligncenter" width="517" caption="Perjalanan Menyebrang ke Manhattan dengan ferry, NYC (Doc: pribadi)"]
13445251181901853544
13445251181901853544
[/caption] Apalagi daerah saya lebih cantik lagi, karena ada ferry yang menghubungkan ke Manhattan. Setiap musim panas banyak sekali turist yang ingin mencoba naik ferry, karena gratis. Hanya butuh sekitar 20 an menit untuk nyebrang dari Staten Island ke Manhattan begitu sebaliknya. Sementara kalau pagi padat sekali, penumpang yang naik bisa sampai 200 orang lebih untuk sekali jalan. Dan itu setiap 15 menit datang kalau pas jam kerja pagi dan pulang kantor. Itu saja masih terus penuh setiap kali jalan. Jangan ditanya, penumpang nya kalau pagi banyak sekali yang laki-laki berdasi dan yang wanita rapi karena mereka langsung masuk kantor, jadi seakan memang mereka mengejar waktu. Tapi bagusnya lagi mereka tertib, teratur dan antri biarpun padat dan berjubel untuk masuknya. Luar biasa khan? Disini, mau naik busway saja berdesak-desakannya minta ampun. Itu yang sering saya alami di Dukuh Atas. Kebetulan saya mau naik yang jurusan Ragunan untuk pulang. Aduh, kalau sudah jam 4 an sore keatas, rasanya hawa dari masing-masing penumpang sudah panas. Pokoknya semuanya mau nomer satu atau duluan. Saya kadang mikir, kapan yaa Indonesia bisa teratur, tertib, bersih dan rapi. Kenapa budaya yang bagus-bagus masih belum merata kita miliki? Butuh berapa lama lagi untuk bisa menyadarkan kita semua? Berbagai pertanyaan bisa diajukan kenapa saya merindukan Jakarta seperti New York City, hahahahah. Sungguh, cerita tentang New York City membuat saya benar-benar kangen dan rindu. Yeah, kangen sama tempat-tempat yang biasa saya kunjungi, perpustakaannya, museum-museumnya, keramaian kotanya dan segudang kenangan. Rasanya ingin sekali saya balik kesana dan membuat sejarah baru yang penuh warna warni. Pasti ceritanya akan jauh lebih seru lagi. Semoga, amien. Bagaimana menurut Anda? Sekedar berbagi pengalaman. Foto-foto saya masuk dalam kategori jadul, tapi masih bagus kok. Terima kasih dan Selamat Malam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun