Karena kami percaya: rezeki dari suami maupun istri adalah milik bersama
Pernah suatu hari saya bertanya dalam hati, “Kok bisa ya, walaupun penghasilan kami tak sebesar orang lain, tapi selalu saja cukup?” Bahkan ketika ada kebutuhan mendadak, alhamdulillah selalu ada jalannya.
Bukan sulap, bukan juga nasib baik semata. Saya yakin, ini tentang cara pandang kami terhadap rezeki.
Sejak awal menikah, saya dan suami sepakat: “Rezeki dari suami ataupun istri adalah milik keluarga.” Kami tak pernah ribut soal siapa yang menghasilkan lebih banyak.
Tak ada istilah “uangku-uangmu”, yang ada hanya uang kita. Prinsip ini sederhana, tapi membawa ketenangan luar biasa dalam pernikahan kami.
Bukan Gaji Siapa, Tapi Rezeki Kita
Sebagai guru sekaligus ibu rumah tangga yang pernah mengalami jatuh bangun ekonomi, saya belajar satu hal: rezeki bukan tentang jumlah, tapi tentang keberkahan.
Ketika anak saya kecelakaan dan harus menjalani beberapa kali operasi, saya tak sempat berpikir, “Siapa yang harusnya menanggung biaya ini?”
Yang saya tahu, kami harus saling bahu-membahu. Saya bahkan sempat menggadaikan perhiasan, lalu memulai usaha kecil-kecilan agar dapur tetap ngebul dan anak saya bisa terus terapi.
Suami mendukung penuh. Ia tak malu ketika saya ikut membantu ekonomi. Saya pun tak merasa lebih hanya karena saya bisa menghasilkan. Kami jalan bersama, berjuang bersama, dan bersyukur bersama.