Mohon tunggu...
Nuning Sapta Rahayu
Nuning Sapta Rahayu Mohon Tunggu... Guru Pendidikan Khusus/Penulis/Asesor/Narasumber

Guru Pendidikan khusus, Penulis Buku Panduan Guru Pengembangan Komunikasi Autis, aktivis pendidikan dan pecinta literasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Wajib Faham: Mereka Bisa Mendidik, Tapi Juga Bisa Melukai

22 Juni 2025   16:00 Diperbarui: 22 Juni 2025   15:23 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak laki-laki kecil yang terluka (Sumber: freepik)

Beberapa hari lalu, saya melihat tangis seorang anak laki-laki kecil pecah di sudut kelas menjelang akhir jam pelajaran. Wajahnya memerah, tangan mungilnya menggenggam erat lembar hafalan yang mulai kusut. 

"Aku nggak hafal, Bu…" gumamnya di antara isak tangis. Hafalan itu panjang dan berbahasa daerah yang bahkan belum sepenuhnya ia kuasai. 

Anehnya, itu bukan bagian dari pelajaran Bahasa Daerah, melainkan ditugaskan sebagai bagian dari mata pelajaran lain. Saat sang guru bertanya apakah ia memahami arti dari yang ia hafalkan, anak itu hanya diam dan menggeleng pelan.

Anak laki-laki itu berasal dari keluarga multikultural; ayahnya berasal dari luar daerah, sementara ibunya menggunakan bahasa Indonesia dalam keseharian. Sejak kecil, ia terbiasa menggunakan bahasa Indonesia di rumah. 

Meskipun ia tumbuh di lingkungan sekolah yang menggunakan bahasa daerah dalam komunikasi informal, penggunaan bahasa tersebut dalam bentuk hafalan teks formal terasa sangat asing baginya. Padahal, ketika tugas-tugas dilakukan dalam bahasa Indonesia, nilainya sering kali cemerlang.

Tangisnya bukan sekadar karena gagal menghafal, tetapi karena ia merasa gagal menjadi “anak pintar” di mata gurunya. Perasaan tidak cukup baik, malu di depan teman-teman, dan tekanan batin untuk memenuhi ekspektasi nilai menjadi beban yang terlalu berat bagi tubuh kecilnya.

Kisah ini menyadarkan kita: guru memang punya kuasa untuk mendidik, tetapi di sisi lain, bila tidak bijak, juga bisa melukai mental dan harga diri murid. Maka mari lebih waspada.

Saat Hafalan Lebih Penting daripada Rasa Aman

Hafalan bukan hal yang sepenuhnya salah. Di banyak konteks, mengingat memang menjadi salah satu tahapan awal dalam proses belajar. 

Namun masalah muncul ketika hafalan dijadikan satu-satunya tolok ukur kecerdasan, bahkan menjadi alat untuk memarahi, mempermalukan, atau menjatuhkan harga diri anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun